Surat Al-Mu'awidzatain Makiyyah Atau Madaniyyah? |
Dalam disiplin ulumul Qur`an ada pembahasan mengenai Makkiyah dan Madaniyah yaitu terkait periodisasi turunnya surat dan ayat Al-Qur`an. Ada beberapa pandangan para ulama dalam mengkategorikan Makkiyah dan Madaniyah, namun pendapat yang banyak digunakan bahwa Makkiyah adalah surat atau ayat yang turun sebelum Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam hijrah, sedangkan Madaniyah adalah setelah Beliau hijrah ke Madinah. Al-Imam Suyuthi (w. 911 H) dalam kitab babon dalam Ulumul Qur`an yang berjudul "al-Itqân fî Ulûm al-Qur`an" (1/37) mengatakan :
أَشْهَرُهَا: أَنَّ الْمَكِّيَّ مَا نَزَلَ قَبْلَ الْهِجْرَةِ وَالْمَدَنِيَّ مَا نَزَلَ بَعْدَهَا سَوَاءٌ نَزَلَ بِمَكَّةَ أَمْ بِالْمَدِينَةِ عَامَ الْفَتْحِ أَوْ عَامَ حِجَّةِ الْوَدَاعِ أَمْ بِسَفَرٍ مِنَ الْأَسْفَارِ.
"Pendapat yang masyhur bahwa Makkiyah adalah yang turun sebelum hijrah dan Madaniyah adalah turun setelah hijrah, sama saja apakah turunnya di Mekkah atau di Madinah pada waktu penaklukkan Mekkah atau pada waktu haji wada atau pada saat Beliau sedang bersafar."
Al-Imam Suyuthi kemudian menukilkan bahwa pembagian ini telah dirumuskan oleh al-Imam Abu Tsa'labah Yahya bin Salâm (w. 200 H) salah seorang ulama generasi Tabi'iut Tabi'in yang juga seorang ahli tafsir pada zamannya.
(Baca Juga : Imam Abu Sa'id Utsman bin Sa'id Ad-Darimy)
Terkait dengan pembahasan surat yang dinamakan dengan al-Mu'awidzatain, yaitu surat Al-Falaq dan An-Nâs, maka para ulama berbeda pendapat apakah keduanya digolongkan sebagai Makkiyah atau Madaniyah. Tim lembaga penerjemah Al-Qur`an Departemen Agama RI, awalnya menghitung kedua surat tersebut sebagai Makkiyah, namun setelah mereka melakukan kajian kembali, lalu ditetapkan bahwa keduanya adalah Madaniyah.
Penulis juga telah melakukan penelitian kecil terkait hal ini dan berikut kajiannya berdasarkan pendapat dari sebagian ulama ahlul qur`an terkait status kedua surat tersebut dalam pembahasan ini.
Al-Imam al-Baghowi dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa surat Al-Falaq adalah Madaniyyah. Kemudian al-Imam Ibnul Jauzi dalam tafsirnya menyebutkan 2 pendapat tentang kapan turunnya surat Al Falaq, kata beliau :
أحدهما : مدنية رواه أبو صالح عن ابن عباس ، وبه قال قتادة في آخرين .
والثاني : مكية رواه كريب عن ابن عباس ، وبه قال الحسن ، وعطاء ، وعكرمة ، وجابر . والأول أصح ، ويدل عليه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سحر وهو مع عائشة ، فنزلت عليه المعوذتان .
"Pendapat pertama mengatakan bahwa Al Falaq Madaniyyah, pendapat ini diriwayatkan oleh Abu Shoolih dari Ibni Abbas rodhiyallahu anhu, ini juga pendapatnya Qotaadah dan selainnya.
Pendapat kedua ia Makiyyah, diriwayatkan oleh Abu Kuroib dari Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu dan ini juga pendapatnya al-Hasan, Athoo’, ‘Ikrimah dan Jaabir.
Pendapat pertama (surat Al Falaq Madaniyyah) adalah pendapat yang rajih, hal ini ditunjukkan oleh hadits bahwa Rasulullah sholallahu alaihi wa salam pernah tersihir dan Beliau sedang bersama Aisyah rodhiyallahu anha, lalu turun kepada Beliau al-Mu’awidzatain." -selesai-.
(Baca Juga : Keutamaan Ahli Quran)
Begitu juga al-Imam Suyuthi dalam kitab tafsirnya "ad-Durorul Mantsuur" menukil :
أخرج ابن مردويه عن عبد الله بن الزبير رضي الله عنه قال : أنزل بالمدينة { قل أعوذ برب الناس }
"Diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dari Abdullah bin az-Zubair rodhiyallahu anhu beliau berkata : “diturunkan di Madinah surat Qul A’uudzu bi Robbin Naas (surat An Naas)”. -selesai-.
Terkait hadits yang masyhur tentang tersihirnya Nabi sholallahu alaihi wa salam oleh seorang Yahudi yang bernama Labiid ibnul A’shoom dan bahwasanya kisah ini terjadi setelah Beliau hijrah ke Madinah. Maka Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari berkata :
أَخْرَجَهُ عَنْهُ اِبْن سَعْد بِسَنَدٍ لَهُ إِلَى عُمَر بْن الْحَكَم مُرْسَل قَالَ ” لَمَّا رَجَعَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْحُدَيْبِيَة فِي ذِي الْحَجَّة وَدَخَلَ الْمُحَرَّم مِنْ سَنَة سَبْع جَاءَتْ رُؤَسَاء الْيَهُود إِلَى لَبِيد بْن الْأَعْصَم – وَكَانَ حَلِيفًا فِي بَنِي زُرَيْق وَكَانَ سَاحِرًا –
"Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dengan sanad sampai kepada Umar ibnul Hakam secara mursal beliau berkata : ‘ketika Rasulullah sholallahu alaihi wa salam kembali dari perjanjian Hudaibiyyah pada bulan Dzulhijjah sampai masuk bulan Muharrom pada tahun ke-7 (setelah hijrah), telah datang ketua suku Yahudi kepada Labiid ibnul A’shom –ia berasal dari Bani Zuraiq dan seorang tukang sihir-…".
Kemudian dalam kisah sihir tersebut, Imam Baihaqi dalam kitabnya Dalain Nubuwwah meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu yang didalamnya terdapat lafadz :
فإذا فيها وتر فيه إحدى عشرة عقدة فأنزلت عليه هاتان السورتان فجعل كلما قرأ آية انحلت عقدة : ( قل أعوذ برب الفلق) ، ( وقل أعوذ برب الناس )
"Didalam sumur terdapat tali / buhul yang terdapat sebelas ikatan, maka turunlah 2 surat tersebut (yaitu Al Falaq dan An Naas –yang total semuanya terdiri dari 11 ayat-pent.), maka setiap Nabi sholallahu alaihi wa salam membaca satu per satu ayat lepaslah ikatan tadi satu per satu."
Hanya saja Al Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Talkhiisul Khobiir (6/2690) berkata tentang status hadits diatas :
أخرج البيهقي في “الدلائل” معنى ذلك بسند ضعيف
"Diriwayatkan oleh Baihaqi dalam “Ad-Dalaail” makna yang demikian dengan sanad dhoif." -sehingga-.
Sehingga karena riwayat turunnya surat Al Falaq, begitu juga surat An Naas setelah Rasulullah sholallahu alaihi wa salam hijrah ke Madinah adalah dhoif, maka barangkali yang rojih adalah surat tersebut Makkiyyah berdasarkan ciri-ciri umum dari surat Makkiyyah yang berisi ayat-ayat yang pendek. Inilah yang dirajihkan oleh al-'Allâmah ath-Thâhir ibnu 'Âsyûr rahimahullah dalam kitab tafsirnya dengan alasan merajihkan riwayat Kuraib dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu bahwa itu adalah Makkiyah dibandingkan riwayat Abu Shâlih dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu yang katanya berpendapat itu Madaniyah.
Untuk diketahui bahwa penentuan Makkiyah dan Madaniyah itu adalah ijtihadiyyah. Asy-Syaikh Mannâ al-Qathân dalam kitab Ulumul Qur`annya yang best seller "al-Mabâhits fî Ulûm al-Qur`an", menukil perkataan al-Qodhi Abu Bakar bin ath-Thayyib al-Baqilani dalam al-Intishar yang berkata :
“pengetahuan tentang Makkiyah dan Madaniyah itu mengacu kepada hafalan para sahabat dan Tabi’in. Tidak ada satu pun keterangan yang datang dari Rasulullah mengenai hal itu, dan Allah tidak menjadikan ilmu pengetahuan itu sebagai kewajiban umat. Bahkan sekalipun sebagian pengetahuannya dan pengetahuan mengenai sejarah nasikh dan mansukh itu wajib bagi ahli ilmu, tetapi pengetahuan tersebut tidak harus diperoleh melalui nash dari Rasulullah.”
Wallahu Ta'âlâ A'lam.
(Baca Juga : Berdakwah Lewat Tiktok?)
Tulisan Al-Ustadz Abu Sa'id Neno Triyono hafidzhahullah
Sumber : https://www.facebook.com/abu.s.triyono.5/posts/510755640091393
EmoticonEmoticon