I'tikaf Hanya Malam Harinya Saja

I'tikaf Hanya Malam Harinya Saja
I'tikaf Hanya Malam Harinya Saja

Telah ma'ruf bahwa I'tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan memiliki keutamaan yang sangat banyak. Al-'Allâmah Abu Bakar al-Hishniy asy-Syafi'i rahimahullah dalam kitabnya "Kifâyah al-Akhyâr" (hal. 208) berkata :

وَيسْتَحب فِي جَمِيع الْأَوْقَات وَفِي الْعشْر الْأَخير من رَمَضَان آكِد اقْتِدَاء برَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم وطلباً لليلة الْقدر وَلَيْلَة الْقدر أفضل ليَالِي السّنة وَهِي بَاقِيَة بِفضل الله تَعَالَى إِلَى يَوْم الْقِيَامَة وكذهب جُمْهُور الْعلمَاء أَنَّهَا فِي الْعشْر الْأَخير من رَمَضَان وَفِي أوتاره أَرْجَى

"Dianjurkan i'tikaf pada semua waktu, namun pada 10 hari akhir Ramadhan lebih kuat lagi anjurannya, yakni dalam rangka meneladani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan mencari Lailatul Qadar, yaitu malam yang paling utama dalam setahun dan itu masih berlaku sampai hari kiamat, sebagaimana mazhabnya mayoritas ulama bahwasanya itu terjadi pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan pada malam-malam ganjilnya lebih diharapkan terjadi." -selesai-.


(Baca Juga : Apa Yang Diucapkan Ketika Berbuka Puasa)


Kemudian para ulama menyebutkan bahwa tidak ada batasan durasi minimal seseorang untuk beri'tikaf di masjid, artinya jika seorang ketika masuk masjid lalu berniat walaupun sekejap di masjid untuk beri'tikaf, maka ia telah mendapatkan pahala i'tikaf, tentunya sesuai dengan durasi tinggalnya. Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah dalam kitabnya "al-Muhallâ" (3/411) berkata :

الِاعْتِكَافُ: هُوَ الْإِقَامَةُ فِي الْمَسْجِدِ بِنِيَّةِ التَّقَرُّبِ إلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ سَاعَةً فَمَا فَوْقَهَا، لَيْلًا، أَوْ نَهَارًا

"I'tikaf adalah tinggal di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla sesaat atau lebih lama, baik malam maupun malam hari."


Beliau rahimahullah mengatakan bahwa tidak ada dalil dari pembuat syariat yang menentukan durasi minimal untuk i'tikaf, dalam kitabnya yang sama al-Imam melanjutkan :

فَالِاعْتِكَافُ يَقَعُ عَلَى مَا ذَكَرْنَا مِمَّا قَلَّ مِنْ الْأَزْمَانِ أَوْ كَثُرَ، إذْ لَمْ يَخُصَّ الْقُرْآنَ وَالسُّنَّةَ عَدَدًا مِنْ عَدَدٍ، وَلَا وَقْتًا مِنْ وَقْتٍ، وَمُدَّعِي ذَلِكَ مُخْطِئٌ؛ لِأَنَّهُ قَائِلٌ بِلَا بُرْهَانٍ

"I'tikaf itu didapatkan sesuai dengan apa yang telah kami sebutkan, baik sedikit durasinya, maupun banyak, yang mana tidak dikhususkan oleh Al-Qur`an maupun hadits batasan tertentu dan waktu tertentu, barangsiapa yang mengklaim (pembatasan tertentu), maka ia telah keliru, karena ia mengatakan tanpa ada landasannya." -selesai-.


Asy-Syaikh Abu Mâlik Kamâl hafizhahullah dalam kitabnya "Shahih Fiqh as-Sunnah" (2/154) mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh al-Imam Ibnu Hazm, juga dipegangi oleh mayoritas ulama :

ذهب الجمهور ومنهم أبو حنيفة والشافعي إلى أن زمان الاعتكاف لا حَدَّ لأَقلِّه

"Mayoritas ulama diantara Abu Hanifah dan Syafi'i berpendapat bahwa durasi I'tikaf itu tidak ada batasan minimalnya." -selesai-.


Oleh sebab itu, jika ada seseorang yang karena tuntutan mencari nafkahnya pada siang hari, namun ia tetap berkeinginan beri'tikaf pada 10 malam hari terakhir pada malam harinya, maka tidak masalah untuk beri'tikaf pada malam hari sebagaimana penjelasan kami diatas, al-Imam asy-Syafi'i rahimahullah tegas mengatakan kebolehannya beri'tikaf pada malam hari, kata beliau dalam kitabnya "al-Umm" (2/118) :

وَلَا بَأْسَ أَنْ يَعْتَكِفَ الرَّجُلُ اللَّيْلَةَ

"Tidak mengapa seorang beri'tikaf pada malam hari."


(Baca Juga : Harusnya Kita Lebih Takut Kesyirikan Dari Nabi Ibrahim)


Al-Imam bin Baz rahimahullah bahkan punya fatwa terkait masalah yang kita bahas ini ketika ada seseorang yang bertanya terkait aktivitas pekerjaannya pada siang hari, namun ia ingin juga beri'tikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan, maka apakah bisa ia beri'tikaf hanya pada malam harinya saja?


Asy-Syaikh Rahimahullah yang semasa hidupnya menjabat mufti 'Âm kerajaan Saudi Arabia memberikan jawaban :

يجوز الاعتكاف ولو ساعة من الزمن بمسجد تقام فيه صلاة الجماعة، ويصح الاعتكاف بلا صوم على الصحيح من أقوال العلماء؛ لما رواه عبد الله بن عمر عن عمر بن الخطاب رضي الله عنهما أنه قال: يا رسول الله إني نذرت في الجاهلية أن أعتكف ليلة في المسجد الحرام، فقال له النبي صلى الله عليه وسلم:  «أوفِ بنذرك فاعتكف ليلة»  أخرجه البخاري ومسلم في (صحيحيهما) وهذا لفظ البخاري (ج2 ص260) ولو كان الصوم شرطًا لصحة الاعتكاف لما أقره النبي صلى الله عليه وسلم على اعتكاف الليل فقط، وعلى ذلك يجوز لكم تحديد نية الاعتكاف في الليل فقط دون النهار لما ذكرتم ولكم أجر بقدر ذلك إن شاء الله.

"Boleh beri'tikaf walaupun sesaat di masjid yang ditegakkan padanya sholat berjamaah dan tetap sah beri'tikaf tanpa melaksanakan puasa menurut pendapat yang benar, berdasarkan riwayat Abdullah bin Umar dari Umar bin Khothob radhiyallahu anhumâ yang berkata : "wahai Rasulullah, aku pernah bernadzar pada masa jahiliyyah untuk beri'tikaf pada malam hari di masjidil haram, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata kepadaku : "Tunaikan nadzarmu, lalu i'tikaflah pada malam hari." (HR. Bukhari dan Muslim).

Seandainya puasa merupakan syarat sahnya i'tikaf, niscaya Nabi tidak akan menyetujui i'tikaf pada malam saja, sehingga berdasarkan hal ini, boleh bagimu membatasi niat  i'tikaf pada malam saja, tidak dengan siangnya, sebagaimana yang telah aku sebutkan kepadamu dan engkau mendapat pahala sesuai dengan durasi tersebut insya Allah." -selesai-.


Akan tetapi apakah orang yang beri'tikaf dengan model tersebut telah merealisasikan sunnahnya Rasulullah ketika beri'tikaf pada 10 hari terakhir Ramadan?, 

maka jawabannya tidak, karena salah satu rukun i'tikaf adalah tetap tinggal di masjid dan i'tikaf menjadi batal apabila keluar dari masjid tanpa ada uzur. Prof. DR. Khâlid al-Musyaiqah hafizhahullah pernah berfatwa :

فإذا أردت أن تحقق هذه السنة فعليك أن تعتكف العشر الأواخر، وألا تخرج من المسجد، أما كونك تخرج وتبيت في بيتك بسبب شدة الحر وعدم الراحة في الحرم، فهذا يبطل عليك الاعتكاف؛ لأن ركن الاعتكاف هو اللبث في المسجد، والخروج من المعتكف هذا مبطل للاعتكاف....فهذا اعتكاف ليلة، أما تحقيق السنة اعتكاف العشر فهذا لم تحققه.

"Jika engkau ingin merealisasikan sunnah beri'tikaf pada 10 hari malam terakhir, maka engkau harus beri'tikaf pada 10 hari terakhir dan jangan keluar di masjid, adapun kondisimu yang keluar dari masjid...maka ini membatalkan i'tikaf, karena rukun i'tikaf adalah diam menetap di masjid dan keluarnya orang beri'tikaf seperti ini adalah membatalkan i'tikaf,...maka ini adalah i'tikaf malam, adapun perealisasian sunnahnya beri'tikaf pada 10 hari terakhir, maka yang seperti ini tidak terealisir (dengan model tersebut)." -selesai-.

Wallahu Ta'âlâ A'lam.

 

(Baca Juga : Ada Apa Dengan Gunung Tihamah)


Tulisan Al-Ustadz Abu Sa'id Neno Triyono hafidzhahullah


Sumber : https://www.facebook.com/abu.s.triyono.5/posts/509762030190754


EmoticonEmoticon