Yang Berhak Bicara Jarh Wa Ta'dil |
📄لا يتكلم إلا ثقات
📄Tidak boleh bicara kecuali orang-orang yang tsiqah
Imam Ibnu Rajab Al-Hanbaliy dalam takmilah Ilal Shaghir nya Imam At-Tirmidziy di bab :
ذكر الأسانيد التي لا يثبت منها شيء...
Sanad-sanad yang tidak ada hadits tsabit dengan sanad tsb...
Imam Ibnul Madiniy berkata : Mu'alla Ar-Raziy berkata dari Yahya bin Abi Zaidah, ia berkata : Aku mendengar Yazid Ad-Dalaniy berkata : Abu Sufyan tidak mendengar dari Jabir kecuali hanya 4 hadits saja".
Imam At-Tirmidziy pun meriwayatkan dari Imam Al-Bukhariy bahwasanya Yazid Abu Khalid Ad-Dalaniy berkata demikian.... Lalu Imam Al-Bukhariy berkata yang bahasa bebasnya : "Memang dia tau darimana? Apakah ia siap 'head to head' dengan Abu Sufyan hingga (bisa diketahui) bahwa ia berhak berkata demikian" yakni Imam Al-Bukhariy mengisyaratkan bahwasanya Abu Khalid sendiri tidak tsiqah, bagaimana mungkin boleh bicara tentang orang lain. (Syrah Ilal At-Tirmidziy karya Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbaliy).
Disini terdapat pelajaran berharga bahwa seorang yang dha'if atau majhul atau tidak tsiqah maka ia tidak berhak berbicara tentang ketsiqahan atau dhabth atau kapasitas orang lain, bagaimana mungkin ia berhak menilai orang lain sedangkan kapasitas dirinya sendiri pas-pasan.
(Baca Juga : Sampaikan Salamku Kepada Ahlussunnah)
Dan para ulama dalam dhawabith jarh wa ta'dil telah menyebutkan bahwa di antara syarat orang yang boleh berbicara tentang jarh atau ta'dil adalah seorang yang tsiqah, yang ketsiqahan nya sendiri bisa dibuktikan dengan 2 cara :
1. Masyhur ketsiqahannya di kalangan para ulama tsiqah
2. Ditsiqahkan setidaknya oleh 2 orang tsiqah.
Jarh dan ta'dil serta tahdzir pada prinsipnya memiliki kesamaan yakni sama-sama merupakan berbicara tentang kehormatan seorang muslim yang itu merupakan rukhshah pengecualian dari hukum asal ghibah yang haram, yang namanya hukum rukhshah baru jadi boleh jika terpenuhi syarat-syaratnya dan memang tergolong ghibah yang boleh, jika tidak maka kembali kepada hukum asal ghibah yang merupakan dosa besar.
Di zaman Salafusshalih terdahulu saja ada orang yang bukan kapasitasnya berbicara tentang rawi-rawi hadits padahal tidak berhak, Yazid Ad-Dalaniy itu 3 thabaqah di atas Ibnul Madiniy kurleb itu thabaqah nya Imam Az-Zuhriy syaikh Imam Malik alias tabi'in shaghir, kiranya adakah orang yang berbicara tentang kehormatan seseorang padahal bukan kapasitasnya? Buanyak beut!!
Zaman ini adakalanya majhul hal bahkan 'ain bisa tahdzir Doktor lulusan Madinah, adakalanya tahdzir gara-gara masalah khilafiyyah ijtihadiyyah, bahkan ada orang awam tahdzir Ustadz yang belasan tahun belajar dengan ulama, bahkan ada yang tahdzir ustadz lain padahal ustadz tsb sesuai ijma' ulama, berapa banyak tahdzir tanpa bukti... Imam Ibnu Hibban ketika mau meneliti tentang hukum riwayat Imam Ibnu Lahi'ah, langsung datang ke negeri asalnya di Mesir, ditelusuri periwatannya kepada Ibnu Lahi'ah kenapa perkataan ulama jarh wa ta'dil bisa simpang siur, ada yang katakan muttaham, ada yang katakan tsiqah, ada yang katakan dha'if mutlaq, ada yang katakan mukhtalith, ada yang katakan ikhtilath terkait jabatan qadhi, ada yang katakan terkait perpus nya yang terbakar dll.
(Baca Juga : Perisai dari Fitnah Dajjal)
Imam Ibnu Hibban telusuri semua jalur periwatannya dicek salahnya dimana, sejak kapan Ibnu Lahi'ah sering salah dll baru dapat kesimpulan riwayat Ashab Kibar nya mustaqim, yang bermasalah adalah riwayat belakangan sejak jabatan qadhi diperparah dengan terbakar perpus nya sehingga beliau tidak memiliki kitab pegangan ashl nya dan hanya berpegang dengan hafalan, belum lagi ada yang suka talqin... Sebelum bicara tentang kehormatan seorang muslim yo mbok dicek seperti ini, minimal perkataan bersanad sebagaimana yang dilakukan oleh Imam Ibnul Madiniy dan Al-Bukhariy kalo mau ikut Salafusshalih.
Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah
Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1108468656029655&id=100005995935102
EmoticonEmoticon