Tentang Sebutan Jamaah Tahdzir |
AlQuranPedia.Org – Penulis pernah mendapat ceramah dari
seorang ustadz hafidzhahullah bahwa beliau mengatakan penamaan Jamaah Tahdzir
itu tidak diperbolehkan dengan beberapa sebab yang beliau utarakan. Perlu
diketahui Jamaah Tahdzir adalah penamaan yang diberikan kepada mereka yang
ghuluw terhadap tahdzir, di mana tahdzir-tahdzir mereka banyak sekali tidak dibangun di atas hujjah yang kuat dan ilmiyyah. Kalau pun mereka mempunyai hujjah maka hujjah tersebut lemah dan dapat dijawab secara ilmiyyah. Tahdzir yang mereka dengung-dengungkan pun banyak mengenai permasalahan khilaf ulama. Misalnya dalam perkara foto, video, suatu yayasan, seorang ulama dan perkara lainnya. Padahal ini ranah khilaf.
Betul ada ulama yang keras dengan keharaman foto seperti
Syaikh Rabi’ bin Hadi, Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Muhammad Al-Imam, banyak masyaikh Yaman serta masyaikh lainnya hafidzhahumullah. Tetapi ada pula
ulama yang berpendapat bolehnya foto dengan menjelaskan bahwa tashwir berbeda
dengan foto. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Syaikh Prof. Dr. Sa’ad bin
Turki Al-Khutslan hafidzhahullah.
(Baca Juga : Yang Berhak Bicara Jarh Wa Ta'dil)
Sama halnya dengan dakwah melalui video ataupun sejenisnya.
Ada sebagian ulama yang memilih berdakwah tidak dengan video seperti Syaikh
Rabi’ bin Hadi, Syaikh Abdul Karim Al-Khudair dan lainnya. Bahkan seperti Syaikh Rabi’
cukup keras dalam masalah ini. Tetapi sebagian ulama bahkan dengan jumlah yang
tidak sedikit berdakwah dengan video seperti Syaikh Shalih As-Suhaimy, Syaikh
Sa’ad Asy-Syatsri, Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily, Syaikh Sholih Al-‘Ushoimi, Syaikh
Ibrahim Ar-Ruhaily, Syaikh Ali Hasan Al-Halabi, Syaikh Masyhur Hasan Alu
Salman, Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr, dan lainnya. Bahkan meskipun Syaikh Shalih
Al-Fauzan didapati fatwa tidak memperbolehkan dakwah melalui video akan tetapi didapati
banyak kita jumpai video ceramah beliau baik di internet, youtube atau lainnya.
Dan itu bukan hanya video siaran langsung saja, tetapi ada yang seperti video
rekaman di suatu studio dan direncanakan, dan beliau insya Allah sadar akan hal
ini.
Kita melihat meskipun mereka para ulama berbeda pendapat,
tetapi tidak pernah kita dapati di antara mereka saling mencela, melabeli
dengan laqob-laqob yang buruk, bahkan sampai mentahdzir dan mengeluarkannya
dari ahlussunnah. Ini berbeda dengan mereka “Jamaah Tahdzir” yang mana mereka
tidak segan-segan mentahdzir dan mentabdi’ bagi yang tidak sependapat dengan
mereka, padahal banyak di antaranya dikarenakan perkara khilafiyyah. Siapakah
yang mereka ikuti? Ulama mana yang mereka ikuti dalam hal ini? Syaikh Rabi’,
Syaikh Abdullah Bukhari, Syaikh Muhammad Bazmul? Sepertinya tidak. Allahul
Musta’an. Lalu mengenai laqob Jamaah Tahdzir ada sedikit faidah yang penulis
dapat dari Al-Ustadz Muhammad Alif hafidzhahullah.
Pertanyaan ditanyakan
kepada Al-Ustadz Muhammad Alif, Lc hafidzhahullah:
“Kalau jamaah tahdzir apa ada pengistilahannya dari ulama ya
ustadziy? Atau ada ulama yang mendahului laqob tersebut? Sebab bagi sebagian
besar dari mereka yang ‘merah jambu’ lebih sering menggunakan laqob ini untuk
melabeli orang-orang yang mentahdzir mereka dari pemikiran-pemikiran Hasan
Al-Banna ataupun Sayyid Qutub. Bahkan terkadang mereka memberi istilah lain
kepada jamaah tahdzir dengan laqob “madkholiyyun”. Agar tidak terjadi
kekeliruan di kalangan ikhwah salafiyyin tentang istilah jamaah tahdzir.”
Al-Ustadz Muhammad
Alif, Lc hafidzhahullah menjawab:
1. Sebagian masyayikh biasa menyebut orang-orang yang
melampui batas/serampangan dalam mentahdzir saudara mereka dari kalangan
salafiyyin dengan sebutan "Ghulatu Haddadiyah atau Atba' Haddadiyah".
Maka sebutan jamaah ghulatu tajrih, tahdzir wa tabdi' terhadap mereka yang
serampangan dalam mentahdzir salafiyyin adalah boleh dan juga dibenarkan oleh
sebagian masyayikh, bahkan ini lebih ringan dari pada sebutan "Ghulatu
haddadiyah".
Sebagaimana mereka mengelari saudara-saudara mereka
salafiyyin lainnya yang tidak sepakat dengan suatu fatwa/permasalahan dengan
mereka disebut dengan mumayyi'ah atau jamaah tamyi'.
2. Kadang suatu ungkapan bisa saja di pakai ahlis sunnah
untuk mereka yang menyimpang, tetapi juga kadang dipakai oleh ahlul bida'/orang
yang menyimpang terhadap salafiyyin. Maka:
العبرة
بالحقائق لا بالمسميات
Seperti ungkapan jamaah tahdzir, tajrih wa tabdi' kadang
dipakai oleh harokiyun/"merah jambu " untuk mengelari salafiyin yang
membantah kelompok mereka dan tokoh-tokoh mereka yang menyimpang. Atau gelar
Murji’ah disematkan oleh takfiriyin kepada salafiyyin. Padahal laqob Murji’ah
juga dipakai para ulama untuk menggelari mereka
yang menafikan amalan daripada iman.
3. Adapun laqob madkhaliyun/madakhilah maka ini telah
dibantah para ulama, tidak benar. bahkan Syaikh Rabi' hafidzahullah sendiri
berlepas diri dari gelar tersebut.
4. Kita sepakat dalam menyikapi harokiyyin/ahlul bida' yang
jelas-jelas penyimpangan mereka di luar Manhaj Salaf, tetapi yang jadi masalah
adalah sikap sebagian dari salafiyyin kepada salafiyyin lainnya yang berselisih
dalam perkara-perkara ijtihadi kemudian disikapi seperti mensikapi
harokiyyin/ahlul bida'. Ini yang menimbulkan tahdzir, tajrih, tabdi' serampangn,
apalagi tidak dibangun diatas ilmu dan adab khilaf.
(selesai jawaban
al-ustadz)
Kemudian Ustadz Muhammad Alif hafidzhahullah menambahkan, “Meskipun mereka mentahdzir dan membid’ahkan
kita, tetapi kita tetap menganggap mereka saudara-saudara kita ahlis sunnah
tetapi memiliki sikap ghuluw dalam bab ini.”
Semoga faidah ringkas ini bermanfaat.
Diselesaikan pada 26 Syawwal 1441 Hijriyah/18 Juni 2020
Masehi.
EmoticonEmoticon