Ada Apa Dengan Gunung Tihamah? |
AlQuranPedia.Org – Gunung Tihamah adalah salah satu gunung
yang terletak di negeri Yaman. Gunung Tihamah ini adalah gunung yang tinggi dan
besar. Gunung ini disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam
salah satu haditsnya yang mulia.
عَنْ
ثَوْبَانَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ : « لأَعْلَمَنَّ
أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِى يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ
جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا
». قَالَ ثَوْبَانُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ
لاَ نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ. قَالَ : « أَمَا إِنَّهُمْ
إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا
تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ
انْتَهَكُوهَا »
Dari Tsauban, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Sungguh aku mengetahui suatu kaum dari
umatku datang pada hari kiamat dengan banyak kebaikan semisal Gunung Tihamah.
Namun Allah menjadikan kebaikan tersebut menjadi debu yang bertebaran.”
Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, coba
sebutkan sifat-sifat mereka pada kami supaya kami tidak menjadi seperti mereka
sedangkan kami tidak mengetahuinya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Adapun mereka adalah saudara
kalian. Kulit mereka sama dengan kulit kalian. Mereka menghidupkan malam
(dengan ibadah) seperti kalian. Akan tetapi mereka adalah kaum yang jika
bersepian mereka merobek tirai untuk bisa bermaksiat pada Allah.” (HR. Ibnu
Majah no. 4245. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan sanad hadits ini hasan)
Hadits yang mulia ini menyebutkan tentang seseorang yang
bermaksiat di kala sepi. Sungguh dahsyat sekali dampak yang didapat bagi kita
yang berani memaksiati Allah di kala sendirian, di saat tidak ada seorang pun
yang bersamanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkannya
seperti orang yang berbuat amal sangat banyak seperti besarnya gunung Tihamah
lalu Allah jadikan amal tersebut seperti debu yang bertebaran.
Mungkin timbul di benak kita kenapa kok bisa seperti itu,
amal yang susah payah kita kerjakan malah dijadikan debu yang bertebaran.
Jawabannya sederhana, karena ketika itu kita menganggap Allah lebih rendah dari
manusia, lebih rendah dari siapapun. Kita takut manusia melihat dosa yang kita
lakukan di kala sepi, entah itu melihat yang haram, mendengar yang haram
ataupun melakukan yang haram. Kita takut bila kita ketahuan melakukan maksiat.
Sehingga kita pun menutup pintu kamar kita rapat-rapat. Bila kita melihat yang
haram dengan handphone kita di kamar kita, lalu seseorang tiba-tiba masuk ke
kamar kita, maka kita pun bersegera mematikan handphone kita, mengganti
tampilannya dan menutup rapat-rapat apa yang telah kita lihat.
Kita seolah-olah mengecilkan Allah Yang Maha Besar,
mengabaikan Allah Yang Maha Melihat dan Mengetahui. Ketika kita bermaksiat,
kita takut manusia melihat kita, tetapi kenapa kita tidak takut kepada Allah?
Padahal Allah adalah satu-satunya Dzat yang paling berhak kita takuti. Kita
tahu Allah Maha Melihat, tetapi kenapa
kita seolah beranggapan Allah tidak Melihat kita? Takutlah kita kepada Allah
wahai saudaraku...
يَسْتَخْفُونَ
مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ
يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ
مُحِيطًا
Mereka bersembunyi
dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta
mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah
tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang
mereka kerjakan. (QS. An-Nisaa’:
108).
Tidak takutkah kita kepada Allah? Tidak takutkah kita kepada
adzab Allah yang pedih? Tidak takutkah kita amal sholat, puasa, baca Al-Quran,
sedekah yang selama ini kita kerjakan dijadikan Allah debu yang beterbangan?
Tidak takutkah kita bila tiba-tiba malaikat maut mencabut nyawa kita? Ingat
bahwa malaikat maut itu mencabut nyawa tidak pandang bulu. Kapan saja, siapa
saja, di mana saja, malaikat maut bisa mencabut nyawa kita seketika itu juga.
Betul, maksiat itu lezat, nikmat dan enak. Tetapi itu hanya
bersifat sementara. Setelah itu penyesalan dan penyesalan. Ingatlah bahwa
maksiat akan mengundang teman-temannya. Sekali kita melakukannya maka kita akan
tergoda melakukannya terus-menerus. Sulit untuk keluar dari kubangan dosa dan
maksiat, apalagi bila itu mendarah daging. Karena setiap satu dosa yang kita
lakukan, itu akan menimbulkan noda di hati kita. Itu akan terus bertambah dan
bertambah seiring bertambahnya dosa yang kita lakukan. Semakin banyak noda maka
akan semakin sulit untuk bersihnya.
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ
الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ
فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ
فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ
بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) »
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka
dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan
meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat
maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah
yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang
artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka
usahakan itu menutupi hati mereka’.” (HR. At-Tirmidzi no. 3334, Ibnu Majah
no. 4244, Ibnu Hibban (7/27) dan Ahmad (2/297). Imam At-Tirmidzi mengatakan
hadits ini hasan shahih. Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan hadits ini hasan)
Memang di zaman ini sangat mudah sekali bermaksiat di kala sendiri.
Cukup menggerakkan jari kita untuk mengetik lalu keluarlah apa-apa yang
diharamkan Allah Jalla Jalaluh. Jangan beranggapan tidak apa bermaksiat sekali
lalu bertaubat. Wahai saudaraku, apakah ada jaminan kita masih hidup setelah
bermaksiat kepada Allah? Tidak ada. Malaikat maut tidak menunggu kita sudah
bertaubat atau belum. Tidakkah kita membaca hadits Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa kelak kita akan berdiri di hadapan Allah dan dihisab?
Dari Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ
تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا
أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ
وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ
“Kedua kaki seorang hamba
tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di
manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana
ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah
usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417. Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Maka bertaubatlah kita kepada Allah. Takutlah kita kepada
Allah. Sudahi maksiat-maksiat yang pernah kita kerjakan. Semua yang pernah kita
kerjakan kelak akan dihisab oleh Allah Ta’ala, termasuk mata, tangan, bahkan
handphone kita kelak akan dihisab. Jangan sampai kita kelak termasuk ke dalam
firman Allah di bawah ini.
حَتَّى
إِذَا مَا جَاءُوهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ وَجُلُودُهُمْ
بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (20) وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدْتُمْ
عَلَيْنَا قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنْطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ
خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (21) وَمَا كُنْتُمْ
تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلا أَبْصَارُكُمْ وَلا
جُلُودُكُمْ وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا
تَعْمَلُونَ (22)
Sehingga
apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi
saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka
berkata kepada kulit mereka: "Mengapa kamu menjadi saksi terhadap
kami?" Kulit mereka menjawab: "Allah yang menjadikan segala sesuatu
pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang
menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu
dikembalikan." Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian
pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak
mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Fushshilat :
20-22)
Penulis teringat pesan di salah satu ceramah Al-Ustadz Ahmad
Zainuddin Al-Banjary, Lc hafidzhahullah. Beliau mengatakan, “Ingat 2 ayat ini
sebelum anda bermaksiat, dan keduanya ada di surah Al-‘Alaq” Lalu beliau
membacakan Surah Al-‘Alaq ayat 8 dan ayat 14.
إِنَّ
إِلَىٰ رَبِّكَ ٱلرُّجْعَىٰٓ
Sesungguhnya
hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu). (Q.S. Al-‘Alaq : 8)
أَلَمْ
يَعْلَم بِأَنَّ ٱللَّهَ يَرَىٰ
Tidaklah dia mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya? (Q.S. Al-‘Alaq : 14)
Ini adalah
faidah yang sangat besar sekali yang diberikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin
hafidzhahullah. Ayat ke 8 seakan-akan menjelaskan bahwa kita kelak akan
dikembalikan kepada Allah, tidakkah kita mengetahui itu? Kita kelak akan
dikembalikan lalu akan dimintai pertanggung jawaban atas apa-apa yang sudah
kita kerjakan semasa hidup di dunia. Kita akan dihisab, maksiat-maksiat kita
kelak akan ditimbang. Kemudian ayat 14 seolah-olah ingin menyampaikan bahwa
Allah itu melihat kita, termasuk maksiat kita, apakah kita tidak malu, apakah
kita tidak takut kepada Allah? Lantas apakah kita masih mau bermaksiat setelah
mengetahui kedua ayat ini?
Sebagai penutup mari kita renungi firman Allah Subhanahu Wa
Ta’ala di bawah ini.
قُلْ
إِنَّ ٱلْمَوْتَ ٱلَّذِى تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُۥ مُلَٰقِيكُمْ ۖ ثُمَّ
تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ
تَعْمَلُونَ
Katakanlah:
"Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya
kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah),
yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang
telah kamu kerjakan." (Q.S. Al-Jumu’ah : 8)
Semoga bermanfaat.
Diselesaikan pada 17 Syawwal 1441 Hijriyah/8
Juni 2020 Masehi.
EmoticonEmoticon