Sekilas Tentang Qunut Subuh |
✒️Sekilas tentang Qunut Subuh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab "Raf'ul-malam 'an Aimmatil-A' lam" bawakan belasan sebab yang menjadikan para Ulama berbeda pendapat, di antaranya adalah :
1. Dalil-dalil yang ada dalam permasalahan tsb saling tarik-menarik, ada dalil yang mengisyaratkan haram, di sisi lain ada dalil yang mengisyaratkan hala.
2. Ikhtilaf Ulama dalam tashih dan tadh'if Hadits.
3. Isytirak dalam lafazh dalil yakni memiliki kemungkinan lebih dari satu makna dan sebab-sebab lainnya.
(Baca Juga : Taubat Kunci Kemenangan)
Para Ulama berbeda pendapat terkait hukum Qunut Subuh :
1. Bid'ah, ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah
2. Mustahab sebelum ruku', ini adalah pendapat Imam Malik bin Anas
3. Sunah setelah ruku', ini adalah pendapat Imam Asy-Syafi'iy
4. Sunah untuk dilakukan maupun ditinggalkan, ini adalah pendapat Imam Sufyan Ats-Tsauriy
5. Tidak sunah untuk dilakukan jika sebagai imam namun jika sebagai makmum yang shalat di belakang imam yang qunut maka ikuti imam, ini adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal.
Para ulama mujtahid saja sudah berbeda pendapat dalam hal ini, barangkali ada yang mengatakan : "Jangan jadikan khilaf ulama sebagai dalil", Imam Ibnu Qudamah berkata :
اختلاف العلماء دليل على أن الخلاف فيه سائغ
"Ikhtilaf ulama merupakan dalil bahwasanya perbedaan pendapat dalam masalah tsb adalah diperbolehkan", yakni memang tidak ada ijma dalam masalah fiqhiyyah tsb atau sebagaimana yang beliau katakan di Rawdhatun-Nazhir.
Dalam masalah Qunut Subuh tsb para Ulama Mujtahid berbeda-beda ijtihad mereka, hal ini kurang lebih disebabkan karena beberapa sebab yang dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di "Raf'ul-malam" yang untuk kasus ini adalah : "Adanya dalil-dalil yang tarik-menarik" di antara dalil itsbat Qunut, hadits Anas bin Malik ketika ditanya tentang Qunut, beliau jawab :
نعم بعد الركوع
"Ya, disyari'atkan Qunut setelah ruku", masalahnya adalah para ulama kembali berbeda pendapat apakah ini tentang dalil Qunut Nazilah atau dalil Qunut Subuh, masing-masing ada pendapat ulamanya.
Lalu ada atsar Abu Malik Al-Asyja'iy :
يا أبت إنك صليت خلف رسول الله صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر وعثمان وعلي أفكانوا يقنتون في الفجر؟ قال : أي بُنيّ محدث
"Wahai ayahku, engkau pernah shalat di belakang Rasulullah صلى الله عليه وسلم, Abu Bakar, Utsman dan Ali, apakah mereka Qunut pada shalat Subuh? Beliau jawab:"Wahai anakku itu muhdats (diada-adakan)" HR At-Tirmidziy.
Para Ulama semisal Imam Abu Hanifah dan yang sependapat dengan beliau mengambil dalil ini sebagai dalil bid'ah nya Qunut Subuh karena jelas sekali Sahabat menilai hal tsb sebagai bid'ah.
Para Ulama yang itsbat Qunut Subuh menilai bahwa itu qawl shahabiy sedangkan qawl Shahabiy yang dalam perkara ijtihadiy maka bukan hujjah, ditambah lagi atsar tersebut adalah nafy (menegasikan Qunut Subuh) ketika ada dalil nafy Qunut lalu ada dalil lain itsbat Qunut maka dalam Ushul Fiqh :
الإثبات مقدم على النفي لأن فيه زيادة علم
"Penetapan lebih didahulukan daripada penafian karena pada penetapan (sesuatu) menandakan ada tambahan ilmu (yang tidak diketahui oleh rawi nafy).
Oleh karena itu dalam kasus nafy-itsbat seperti ini, misalnya masalah apakah Nabi صلى الله عليه وسلم melihat Allah ketika mi'raj, nafy Aisyah marjuh dibandingkan itsbatnya Ibnu Abbas, Abu Dzar dan Anas bin Malik.
Begitu pula masalah pipis berdiri, Aisyah رضي الله عنها yang notabene istri Nabi صلى الله عليه وسلم yang dapat jatah dua malam ternyata juga masih nafy pipis berdiri, sebaliknya Hudzaifah رضي الله عنه itsbat:
أتى النبي صلى الله عليه وسلم سباطة قوم فبال قائما
Nabi صلى الله عليه وسلم pernah mendatangi tempat pembuangan sampah suatu kaum lantas Beliau pipis sambil berdiri. Nafy dalam kasus-kasus seperti ini biasanya dimarjuhkan.
(Baca Juga : Benarkah Nabi Musa Menampar Malaikat Maut?)
Lalu ada hadits Anas dengan tambahan :
وأما في الصبح فلم يزل يقنت حتى فارق الدنيا
"Adapun pada shalat Subuh maka Nabi صلى الله عليه وسلم senantiasa Qunut hingga beliau meninggal dunia" tentang hadits ini para Ulama khilaf tentang tashih dan tadh'if nya, dimana sanad hadits ini berpulang kepada Abu Ja'far Ar-Raziy Isa bin Mahan, Imam Asy-Syafi'iy berhujjah dengan hadits ini yang juga dishahihkan oleh Imam Al-Hakim An-Naisaburiy dan juga dijadikan hujjah oleh Imam Al-Baihaqiy dalm Sunan Kubra nya sembari bawakan syawahid dari riwayat-riwayat lain serta atsar para Sahabat رضي الله عنهم
Sebagian Ulama mendha'ifkan rawi tsb sehingga tafarrud nya tidak dapat diterima, ini termasuk sebab kedua dari ikhtilaf Ulama sebagaimana telah dikemukakan.
Di antara sebab ketiga dari ikhtilaf Ulama adalah "isytirak" pada lafazh dalil yakni satu dalil bisa dipahami dengan penafsiran pertama, kedua dan seterusnya seperti Hadits :
أن النبي صلى الله عليه وسلم قنت شهرا ثم تركه
Bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم Qunut selama sebulan LALU BELIAU MENINGGALKANNYA
Sedangkan Ulama lain memahami bahwa ini bukan meninggalkan Qunut secara total akan tetapi meninggalkan doa keburukan kepada orang-orang kafir karena larangan itulah yang dimaksudkan dalam ayat :
ليس لك من الأمر شيء أو يتوب عليهم أز يعذبهم فإنهم ظالمون * ولله ما في السماوات وما في الأرض يغفر لمن يشاء ويعذب من يشاء والله غفور رحيم
Oleh karena itu Imam Al-Baihaqiy buat judul bab dalam Sunan nya :
باب الدليل على أنه لم يترك أصل القنوت في صلاة الصبح إنما ترك الدعاء لقوم أو على قوم بأسمائهم وقبائلهم
Bab Dalil-dalil bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم tidak meninggalkan Qunut dalam shalat Subuh akan tetapi yang beliau tinggalkan adalah doa kebaikan atau doa keburukan sembari menyebut nama-nama mereka beserta kabilahnya.
Satu dalil ini bisa dibawa ke makna larangan mutlaq dan bisa dibawa kepada larangan doa keburukan sembari menyebutkan nama dalam shalat.
Dalam masalah ijtihadiyah apakah semua pendapat benar atau hanya satu saja yang benar? Para Ulama Ushuliyyun berbeda pendapat tentang hal ini namun yang lebih tepat adalah hanya satu saja yang benar, berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم bahwasanya adakalanya seorang mujtahid itu salah dalam ijtihadnya, yakni dalam hadits :
إذا اجتهد الحاكم فأخطأ فله أجر
"... jika hakim ijtihad lalu ia SALAH maka ia dapat satu pahala" maka jelas sekali bahwa mujtahid bisa salah namun para ulama ketika bahas hadits ini, mereka menjelaskan :
لكن الحق عند الله غير متعين لنا
Akan tetapi yang BENAR DI SISI ALLAH TIDAK DIKETAHUI SECARA PASTI OLEH KITA, demikian pemaparan Imam Ibnul Firkah Asy-Syafi'iy, oleh karena itu dalam dhawabith masalah ijtihadiyah, para ulama menyebutkan :
لا إنكار في مسائل الاجتهاد
"Tidak ada pengingkaran dalam masalah ijtihadiyah"
(Baca Juga : Kasih Sayang Rasulullah Kepada Umatnya)
Maka dalam masalah khilafiyyah ijtihadiyyah seperti ini yang dalil-dalilnya saling tarik-menarik, ditambah adanya isytirak dalam makna lafazh dalilnya, belum khilaf dalam keshahihan hadits dan manakah yang benar menurut Ilmu di sisi Allah tidak ada yang mengetahuinya secara pasti maka tidak patut bersikap rigid dalam hal ini, terlebih jika sampai saling melempar tuduhan dan "tanabuz bil-alqab" = saling lempar julukan buruk yang qath'iy dari nash Qur'an merupakan hal yang diharamkan seperti memberi julukan "Memiliki sifat Khawarij..." mencoba merusak hadits dg ra'yu"... "Datang seperti bawa mutiara padahal bangkai"... "Tidak mampu membedakan Qunut Subuh dg qunut nazilah"...walhasil pendapat sunahnya Qunut Subuh adalah pendapat Para Imam Ahlussunnah semisal Imam Malik bin Anas, Imam Sufyan Ats-Tsauriy, Imam Asy-Syafi'iy dll yang seandainya bermodalkan taqlid kepada para Imam tsb maka itu adalah taqlid yang diperbolehkan.
Jelas sikap seperti itu termasuk "KEZHALIMAN DALAM MASALAH KHILAF IJTIHAD" yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sebagai sumber perpecahan, sebagaimana telah dibahas di ts sebelumnya pada bahasan berikut:
https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=975748209301701&id=100005995935102
✒️Coretan ketika safar di Tawangmangu, akhukum fillah varian ghani hirma
Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah
Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1254244758118710&id=100005995935102
EmoticonEmoticon