Fiqih Sunnah Dalam Beridul Adha |
بسم الله الرحمن الرحيم
Diantara Syiar Islam yang nampak dan menunjukkan kegembiraan semua kaum muslimin di dunia adalah Idul-Adha.
Sehingga merupakan perkara yang penting bagi setiap muslim untuk mengilmui ibadah yang mulia.
Berikut ini adalah pembahasan yang penulis anggap penting yang berkaitan dengan Idul-Adha
✳Sunnah-Sunnah Sebelum Berangkat Ke Mushalla (Lapangan) atau Masjid
Telah datang dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma:
أَخَذَ عُمَرُ جُبَّةً مِنْ إِسْتَبْرَقٍ تُبَاعُ فِي السُّوقِ فَأَخَذَهَا فَأَتَى بِهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ابْتَعْ هَذِهِ تَجَمَّلْ بِهَا لِلْعِيدِ وَالْوُفُودِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ
'Umar membawa baju jubah terbuat dari sutera yang dibelinya di pasar. Lalu ia memabawanya tersebut kemudian ia diberikan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata, "Wahai Rasulullah, belilah jubah ini sehingga engkau bisa memperbagus penampilan saat shalat 'Ied atau ketika menyambut para delegasi." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata kepadanya: "Ini adalah pakaian orang yang tidak akan mendapatkan bagian (di akhirat)."
(HR.Al-Bukhari dan Muslim)
(Baca Juga : 'Aisyah, Figur Istri Shalihah)
Berkata Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah:
ﻭﻗﺪ ﺩﻝ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻠﻰ اﻟﺘﺠﻤﻞ ﻟﻠﻌﻴﺪ، ﻭﺃﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻣﻌﺘﺎﺩا ﺑﻴﻨﻬﻢ.
Hadits ini menunjukkan tentang (disyariatkannya) berhias untuk Id (lebaran), dan bahwasanya hal itu sudah menjadi kebiasaan diantara mereka.
📚(Fathul-Bari:8/413)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak memakainya karena pakaian tersebut terbuat dari sutra.
Hadits di atas menunjukkan anjuran berhias untuk shalat Id.
Dan telah datang dari atsar Ibnu Umar radhiyallahu anhuma yang menunjukkan tentang rincian berhias ketika Id.
Dari Muhammad ibn Ishaq ia berkata: Saya bertanya kepada Nafi', apa yang Ibnu Umar lakukan ketika hari Id?
Nafi' menjawab:
(ﻛﺎﻥ ﻳﺸﻬﺪ ﺻﻼﺓ اﻟﻔﺠﺮ ﻣﻊ اﻹﻣﺎﻡ، ﺛﻢ ﻳﺮﺟﻊ ﺇﻟﻰ ﺑﻴﺘﻪ، ﻓﻴﻐﺘﺴﻞ ﻏﺴﻠﻪ ﻣﻦ اﻟﺠﻨﺎﺑﺔ، ﻭﻳﻠﺒﺲ ﺃﺣﺴﻦ ﺛﻴﺎﺑﻪ، ﻭﻳﺘﻄﻴﺐ ﺑﺄﻃﻴﺐ ﻣﺎ ﻋﻨﺪﻩ، ﺛﻢ ﻳﺨﺮﺝ ﺣﺘﻰ ﻳﺄﺗﻲ اﻟﻤﺼﻠﻰ ﻓﻴﺠﻠﺲ ﻓﻴﻪ ﺣﺘﻰ ﻳﺄﺗﻲ اﻹﻣﺎﻡ، ﻓﺈﺫا ﺟﺎء اﻹﻣﺎﻡ ﺻﻠﻰ ﻣﻌﻪ، ﺛﻢ ﻳﺮﺟﻊ ﻓﻴﺪﺧﻞ ﻣﺴﺠﺪ اﻟﻨﺒﻲ – ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺳﻠﻢ -، ﻓﻴﺼﻠﻲ ﻓﻴﻪ ﺭﻛﻌﺘﻴﻦ، ﺛﻢ ﻳﺄﺗﻲ ﺑﻴﺘﻪ)
Beliau menghadiri shalat Fajar (shubuh) bersama Imam, lalu kembali ke rumahnya, kemudian beliau mandi sebagaimana (tata cara) mandi janabah, lalu beliau memakai pakaiannya yang paling bagus, dan beliau memakai wangi-wangian yang paling bagus, lalu beliau keluar hingga sampai di Mushalla (lapangan), beliau duduk menunggu Imam tiba, jika Imam telah tiba maka beliau shalat bersamanya, kemudian beliau kembali lalu singgah di masjid Nabawi dan shalat dua rakaat, kemudian beliau kembali ke rumahnya.
📚Sanadnya Hasan, dikeluarkan oleh Al-Harits dalam Musnadnya sebagaimana dalam Bughyatul-Bãhits no.207, dan Al-Mathalib Al-Aliyah:5/139 tahqiq Asy-Ayitsri.
Atsar di atas menunjukkan beberapa perkara yang disunnahkan sebelum berangkat ke tempat Id:
➡pertama: Mandi, yaitu mandi seperti mandi janabah.
➡Kedua: Memakai Pakaian Yang Bagus, yaitu memilih pakaian yang bagus dan bersih.
Dan lebih dianjurkan yang berwarna putih. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
خَيْرُ ثِيَابِكُمْ الْبَيَاضُ فَالْبَسُوهَا وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ
"Sebaik-baik baju kalian adalah baju putih, maka pakailah oleh kalian (baju putih) dan kafanilah mayat kalian dengannya."
(HR.Ibnu Majah no.3556, sanadnya hasan)
Adapun jika ada pakaian warna lain yang lebih baik dari warna putih tersebut maka diutamakan memakainya pada hari Id ini.
📚(Lihat Al-Majmu:5/8)
📝Untuk muslimah, maka baginya untuk memakai pakaian terbaiknya sesuai syarat-syarat pakaian syar'i dan tidak menampakkan perhiasan.
➡Sunnah Ketiga: Memakai Wangi-Wangian,
Mengenai parfum telah datang dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
طِيبُ الرِّجَالِ مَا ظَهَرَ رِيحُهُ وَخَفِيَ لَوْنُهُ وَطِيبُ النِّسَاءِ مَا ظَهَرَ لَوْنُهُ وَخَفِيَ رِيحُهُ
"Parfum laki-laki itu wanginya nampak da warnanya tidak, dan parfum wanita itu warnanya nampak sementara wanginya tidak."
(HR.An-Nasai dan At-Tirmidzi, lihat Ta'liq Al-Misykãh no.4443)
➡Tidak menyantap makanan Selum Berangkat Ke Tempat Id
Diantara perkara yang disunnahkan sebelum berangkat ke tempat Id pada saat Idul-Adha adalah tidak menyantap makanan.
Dari Buraidah radhiyallahu anhu:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَكَانَ لَا يَأْكُلُ يَوْمَ النَّحْرِ حَتَّى يَرْجِعَ
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada Idul-Fithri tidak keluar untuk shalat hingga beliau makan terlebih dahulu. Sementara pada hari An-Nahr (Idul-Adha) beliau tidak makan hingga kembali (dari shalat)."
(HR.Ibnu Majah no.1756, Shahih Lighairih)
Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah:
اﻟﺴﻨﺔ ﺃﻥ ﻳﺄﻛﻞ ﻓﻲ اﻟﻔﻄﺮ ﻗﺒﻞ اﻟﺼﻼﺓ، ﻭﻻ ﻳﺄﻛﻞ ﻓﻲ اﻷﺿﺤﻰ ﺣﺘﻰ ﻳﺼﻠﻲ. ﻭﻫﺬا ﻗﻮﻝ ﺃﻛﺜﺮ ﺃﻫﻞ اﻟﻌﻠﻢ
Termasuk sunnah adalah nakan sebelum shalat ketika Idul-Fithri, dan tidak makan ketika Idul-Adha sampai selesai shalat. Ini adalah pendapat kebanyakan Ulama.
📚(Al-Mughni:2/113)
➡Bertakbir Ketika Menuju Tempat Id
Dari Az-Zuhri rahimahullah:
ﻛﺎﻥ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺨﺮﺝ ﻳﻮﻡ اﻟﻔﻄﺮ ﻓﻴﻜﺒﺮ ﺣﺘﻰ ﻳﺄﺗﻰ اﻟﻤﺼﻠﻰ، ﻭﺣﺘﻰ ﻳﻘﻀﻲ
اﻟﺼﻼﺓ، ﻓﺈﺫا ﻗﻀﻰ اﻟﺼﻼﺓ ﻗﻄﻊ اﻟﺘﻜﺒﻴﺮ
Nabi shallallahu alaihi wasallam keluar pada hari Idul-Fithri beliau bertakbir sampai tiba di Mushalla dan sampai selesai shalat, jika telah selesai shalat maka beliau menghentikan takbir.
(HR.Ibnu Abi Syaibah no.5667, Sanadnya mursal, akan tetapi telah datang jalan-jalan yang menguatkan sehingga menjadi Shahih Lighairih. Lihat Ash-Shahihah no.171)
Hadits ini sekalipun pada hari Idul-Fitri tapi mencakup Idul-Adha juga.
Berkata Syaikhul-Islam ibnu Taimiyyah rahimahullah:
ﻭﻳﺸﺮﻉ ﻟﻜﻞ ﺃﺣﺪ ﺃﻥ ﻳﺠﻬﺮ ﺑﺎﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ﻋﻨﺪ اﻟﺨﺮﻭﺝ ﺇﻟﻰ اﻟﻌﻴﺪ، ﻭﻫﺬا ﺑﺎﺗﻔﺎﻕ اﻷﺋﻤﺔ اﻷﺭﺑﻌﺔ
Dan disyariatkan setiap orang agar mengeraskan suara takbir ketika kelauar menuju (Mushallah) Id, ini adalah kesepakatan Imam yang empat.
📚(Majmu Al-Fatawa:24/220)
➡Berjalan kaki menuju tempat Id dan tidak berkendaraan
Diantara sunnah ketika menuju tempat shalat Id adalah berjalan kaki.
Hal ini berdasarkan hadits Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu anhu:
مِنْ السُّنَّةِ أَنْ تَخْرُجَ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا...
Termasuk sunnah yaitu hendaknya kamu keluar untuk shalat Ied dengan berjalan kaki...
Berkata Al-Hafidz At-Tirmidzi rahimahullah:
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا الْحَدِيثِ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يَخْرُجَ الرَّجُلُ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا...
Hadits ini adalah hasan, dan beramal sesuai hadits ini menurut kebanyakan para Ulama yaitu mereka menganjurkam seseorang keluar menuju shalat Ied dengan berjalan kaki.
Beliau berkata:
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ لَا يَرْكَبَ إِلَّا مِنْ عُذْرٍ
Dan disunnahkan tidak mengendari kendaraan kecuali jika ada udzur.
📘(As-Sunan:no.530, Hadits di atas hasan lighairih. Lihat Al-Irwa no.636)
Asalnya adalah berjalan kaki menuju tempat Id, namun jika dibutuhkan kendaraan seperti jauh dan alasan lain maka tidak mengapa.
Berkata Al-Imam Malik rahimahullah:
ﺃﻣﺎ ﻧﺤﻦ ﻓﻨﻤﺸﻲ ﻭﻣﻜﺎﻧﻨﺎ ﻗﺮﻳﺐ، ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﺑﻌﺪ ﺫﻟﻚ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻼ ﺑﺄﺱ ﺃﻥ ﻳﺮﻛﺐ
Adapun kami maka kami berjalan kaki (ke tempat Id) dan tempat kami dekat, dan barangsiapa yang jauh maka tidak mengapa dia berkendaraan.
📚(Al-Ausath:4/264)
✅Shalat Idul-Adha
Shalat Idul-Adha hukumnya adalah wajib Ain menurut pendapat yang kuat. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, salah satu pendapat Asy-Syafi'i, dan salah satu dari dua pendapat dalam madzhab Ahmad. Dan dikuatkan syaikhul-Islam ibn Taimiyyah, Asy-Syaukani, Siddiq Hasan Khan dan selain mereka.
Dalil-dalil yang menunjukkan wajibnya:
▶Hadits Ummu Athiyah radhiyallahu anha ia berkata:
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kepada kami agar mengajak keluar melakukan shalat idul fithri dan idul Adha para gadis, wanita haid dan wanita yang sedang dipingit. Adapun mereka yang sedang haid maka tidak ikut shalat, namun turut menyaksikan kebaikan dan menyambut seruan kaum muslimin.
(HR.Al-Bukhari dan Muslim, ini lafaznya)
Perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk mengeluarkan para gadis bahkan sekalipun haid ini menunjukkan wajibnya Shalat Id.
Pertama, karena wanita asalnya tidak wajib shalat berjamaah dan rumah mereka adalah lebih baik,
Kedua, Karena jika saja wanita haid yang tidak boleh shalat diperintahkan keluar maka selain mereka adalah lebih utama.
Sehingga perintah keluar dan menghadiri Id ini menunjukkan wajibnya shalat Id.
▶Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah dinukil bahwa beliau pernah meninggalkan shalat Id, dan ini yang diamalkan oleh para Khalifahnya.
▶Termasuk syiar Islam yang paling nampak dan paling besar.
▶Gugurnya kewajiban shalat jumat ketika shalat Id bertepatan dengannya. Dimana tidaklah ada yang menggugurkan yang wajib Kecuali wajib.
Dan selainnya dari dalil-dalil.
(Lihat Majmu Al-Fatawa:24/179 dan setelahnya, 23/161, As-Sail Al-Jarrar:1/315, Ad-Darari:1/263-264, Ar-Raudhah An-Nadhiyah:1/142)
(Baca Juga : Jangan Pernah Mencabut Uban)
Berkata Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
ﻭﻗﻮﻝ ﻣﻦ ﻗﺎﻝ: ﻻ ﺗﺠﺐ؛ ﻓﻲ ﻏﺎﻳﺔ اﻟﺒﻌﺪ، ﻓﺈﻧﻬﺎ ﻣﻦ ﺃﻋﻈﻢ ﺷﻌﺎﺋﺮ اﻹﺳﻼﻡ، ﻭاﻟﻨﺎﺱ ﻳﺠﺘﻤﻌﻮﻥ ﻟﻬﺎ ﺃﻋﻈﻢ ﻣﻦ اﻟﺠﻤﻌﺔ
Pendapat yang mengatakan tidak wajib adalah pendapat yang sangat jauh, karena shalat Id termasuk syiar Islam yang paling besar dan kaum muslimin berkumpul padanya lebih besar dari pada shalat jumat.
📚(Majmu Al-Fatawa:23/161)
❇Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Tempat Id & Shalat Idul-Adha
Telah datang dari hadits Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu anhu ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ النَّاسِ وَالنَّاسُ جُلُوسٌ عَلَى صُفُوفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وَيُوصِيهِمْ وَيَأْمُرُهُم
"Pada hari raya Idul Firi dan Adlha Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar menuju tempat shalat (lapangan), dan pertama kali yang beliau kerjakan adalah shalat hingga selesai. Kemudian beliau berdiri menghadap orang banyak sedangkan mereka dalam keadaan duduk di barisan mereka. Beliau memberi pengajaran, wasiat dan memerintahkan mereka."
(HR.Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits yang mulia ini menunjukkan beberapa perkara:
➡Pertama: Tempat Id hendaknya di Mushalla (Lapangan terbuka),
Berkata Al-Hafidz Ibnul-Mundzir rahimahullah:
اﻟﺴﻨﺔ ﺃﻥ ﻳﺨﺮﺝ اﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﻰ اﻟﻤﺼﻠﻰ ﻓﻲ اﻟﻌﻴﺪ
Termasuk sunnah adalah Keluarnya orang-orang menuju Mushalla pada hari Id.
📚(Al-Ausath:4/257, lihat juga Al-Mughni:2/114)
Keluarnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ke Mushalla saat Id adalah menunjukkan bahwa shalat Id di Mushalla (lapangan) adalah lebih afdhol dari Masjid, karena Masjid Nabawi yang memiliki keutamaan besar bersamaan dengan beliau keluar ke Mushalla. Kecuali jika ada udzur seperti tidak adanya lapangan yang tersedia, hujan dan udzur lainnya maka dilaksanakan di Masjid.
➡Kedua: Seorang Imam mendatangi Mushalla ketika tiba waktu Shalat Id dan langsung memulai shalat,
Berkata Al-Imam An-Nawawi rahimahullah:
ﻓﺄﻣﺎ اﻹﻣﺎﻡ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﺘﺄﺧﺮ ﻓﻲ اﻟﺨﺮﻭﺝ ﺇﻟﻰ اﻟﻮﻗﺖ اﻟﺬﻱ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﻬﻢ ﻓﻴﻪ،
Adapun Imam maka disunnahkan baginya agar terlambat keluar sampai waktu ia shalat bersama orang-orang di mushalla.
📚(Al-Majmu:5 /10)
➡Ketiga: Shalat Idul-Adha,
▶Shalat Idul-Adha adalah 2 rakaat,
Berkata Umar radhiyallahu anhu:
صَلَاةُ السَّفَرِ رَكْعَتَانِ وَصَلَاةُ الْأَضْحَى رَكْعَتَانِ وَصَلَاةُ الْفِطْرِ رَكْعَتَانِ وَصَلَاةُ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَانِ تَمَامٌ غَيْرُ قَصْرٍ عَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Shalat saat safar 2 rakaat, Shalat Idul-Adha 2 rakaat, shalat Idul-Fitri 2 rakaat, dan shalat Jumat 2 rakaat sempurna bukan qashar, berdasarkan lisan (sabda) Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
(HR.Ahmad no.257, shahih lihat Tahqiq Musnad Ahmad oleh Syuaib Al-Arnauth)
▶Waktu shalat Idul-Adha dimulai dari setelah terbit matahari sampai tergelincirnya,
Berkata Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah:
ﻭﻗﺘﻬﺎ ﺑﻌﺪ اﺭﺗﻔﺎﻉ اﻟﺸﻤﺲ ﻗﻴﺪ ﺭﻣﺢ ﺇﻟﻰ اﻟﺰﻭاﻝ...ﻭﻗﺪ ﻭﻗﻊ اﻹﺟﻤﺎﻉ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺃﻓﺎﺩﺗﻪ اﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﻻ ﺗﻘﻮﻡ ﺑﻤﺜﻠﻬﺎ اﻟﺤﺠﺔ...
Waktunya adalah setelah matahari meninggi ukuran satu tombak (waktu Dhuha) sampai tergelincirnya (masuk waktu zhuhur)...
Telah tetap Ijma (kesepatakan ulama) berdasarkan apa yang ditunjukkan hadits-hadits sekalipun hadits-hadits tersebut tidak bisa dijadikan hujjah (tidak shahih).
📚(Ad-Darari Al-Mudhiyah:1/269)
Dan disunnahkan bersegera melaksanakannya di awal waktu,
Berkata Yazid ibn Khumair:
خَرَجَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُسْرٍ صَاحِبُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ النَّاسِ فِي يَوْمِ عِيدِ فِطْرٍ أَوْ أَضْحَى فَأَنْكَرَ إِبْطَاءَ الْإِمَامِ فَقَالَ إِنَّا كُنَّا قَدْ فَرَغْنَا سَاعَتَنَا هَذِهِ وَذَلِكَ حِينَ التَّسْبِيحِ
Abdullah bin Busr -salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam- keluar untuk melaksanakan shalat Iedul-Fithri atau Idul-Adha bersama orang-orang, beliau mengingkari keterlambatan imam, lalu berkata: "Sesungguhnya kami dahulu pada saat seperti ini telah selesai melaksanakan shalat, yaitu pada waktu shalat sunnah (Dhuha).
(Shahih, dikeluarkan oleh Abu Dawud, dan Al-Bukhari secara muallaq)
▶Tata cara shalat Idul-Adha,
Tata cara shalat Idul-Adha adalah dilakukan sebagaimana shalat 2 rakaat lainnya, namun pada rakaat pertama dimulai dengan Takbiratul-Ihram, lalu bertakbir 7 kali. Dan rakaat kedua bertakbir 5 kali.
Berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu anha:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُكَبِّرُ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى فِي الْأُولَى سَبْعَ تَكْبِيرَاتٍ وَفِي الثَّانِيَةِ خَمْسًا
Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat Idul Fithri dan Idul-Adha beliau takbir tujuh kali pada raka'at pertama dan lima kali pada raka'at kedua.
(HR.Abu Dawud dan selainnya, hasan lighairih)
Berkata Al-Baghawi rahimahullah:
ﻭﻫﺬا ﻗﻮﻝ ﺃﻛﺜﺮ ﺃﻫﻞ اﻟﻌﻠﻢ ﻣﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻓﻤﻦ ﺑﻌﺪﻫﻢ، ﺃﻧﻪ ﻳﻜﺒﺮ ﻓﻲ ﺻﻼﺓ اﻟﻌﻴﺪ ﻓﻲ اﻷﻭﻟﻰ ﺳﺒﻌﺎ ﺳﻮﻯ ﺗﻜﺒﻴﺮﺓ اﻻﻓﺘﺘﺎﺡ، ﻭﻓﻲ اﻟﺜﺎﻧﻴﺔ ﺧﻤﺴﺎ ﺳﻮﻯ ﺗﻜﺒﻴﺮﺓ اﻟﻘﻴﺎﻡ ﻗﺒﻞ اﻟﻘﺮاءﺓ،
Ini adalah pendapat mayoritas Ulama dari kalangan Sahabat dan setelah mereka, yaitu bertakbir pada shalat Id; rakaat pertama 7 kali selain takbiratul-ihram dan rakaat kedua 5 kali selain takbir bangkit dari (rakaat pertama) sebelum membaca bacaan.
📚(Syarhus-Sunnah:4/309)
▶Disunnahkan bagi Imam membaca surah Qaf para rakaat pertama dan Al-Qamar pada rakaat kedua,
Dari Abu Waqid Al-Laitsi radhiyallahu anhu:
َ كَانَ يَقْرَأُ فِيهِمَا بِق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ وَاقْتَرَبَتْ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ
Beliau shallallahu alaihi wasallam membaca surah Qãf walQur'ãnil Majîd dan Iqtarabatis-Sã'atu wan-Syaqqal Qamar.
(HR.Muslim)
Atau surah Al-A'la pada rakaat pertama dan Al-Ghasyiah pada rakaat kedua,
Dari Nu'man ibn Basyir radhiyallahu anhuma:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْعِيدَيْنِ وَفِي الْجُمُعَةِ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَة
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa membaca pada hari Jumat dan Idain (Idul-Fitri & Idul-Adha): Sabbihisma Rabbikal-A'la (surah Al A'la) dan Hal Atãka hadîtsul-Ghâsyiah (surah Al Ghasyiah).
(HR.Muslim)
➡Keempat: Khutbah,
Disunnahkan berkhutbah setelah shalat Id dan tidak mendahulukan khutbah sebelum shalat.
Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma:
شَهِدْتُ الْعِيدَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَكُلُّهُمْ كَانُوا يُصَلُّونَ قَبْلَ الْخُطْبَةِ
Saya telah menghadiri Shalat Id bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman radhiyallahu anhum, mereka semua memulai shalat sebelum khutbah.
(HR.Al-Bukhari dan Muslim)
Adapun mendengarnya maka hukumnya adalah sunnah dan tidak wajib,
Berdasarkan hadits Abdullah ibn Saib radhiyallahu anhu:
شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيدَ فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ قَالَ إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ
"Aku menghadiri shalat Id bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, setelah melaksanakan shalat, beliau bersabda: "Kami akan melaksanakan khutbah, barangsiapa ingin mendengarkan khutbah, hendaklah dia duduk. Dan barangsiapa ingin pergi, silahkan pergi."
(HR.Ibnu Dawud no.1155 dan Ibnu Majah no.1290, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud no.1048, namun yang kuatnya hadits ini Mursal kepada Atha, telah dihukumi mursal oleh Ibnu Main, Abu Dawud, Abu Zur'ah dan selainnya)
Namun inilah yang menjadi amalan para Salaf; yaitu tidak wajibnya menghadiri khutbah Id,
Berkata Atha rahimahullah:
ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺎﺱ ﺣﻀﻮﺭ اﻟﺨﻄﺒﺔ ﻳﻮﻣﺌﺬ
Tidak ada (kewajiban) bagi orang-orang untuk menghadiri kbutbah ketika itu (di zaman Sahabat, pen).
📒(Dikeluarkan Abdurr-Razzaq dalam Al-Mushannaf: no.5670, shahih)
Dan ini adalah pendapat mayoritas Ulama.
▶Khutbah hanya sekali menurut pendapat yang kuat, yaitu berdiri tanpa ada duduk diantara dua kbutbah.
Ini adalah zhahir pendapat Atha dan beliau menghikayatkan dari Abu Bakar, Umar, dan Utsman.
(Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf no.5650)
Dalil pendapat ini adalah zhahir dalil-dalil yang hanya menunjukkan satu kali khutbah, dan tidak ada hadits shahih yang menunjukkan dua khutbah.
Pendapat ini dikuatkan oleh Al-Albani, Al-Utsaimin, dan Al-Wadi'i.
📚(syarh Bulugh Al-Maram, Lisyaikh Taufiq)
Namun, jika ada yang melakukan dua khutbah maka tidak mengapa. Ini pendapat mayoritas Ulama.
➡Kembali ke rumah melewati jalan selain jalan ketika berangkat,
Dari Jabir radhiyallahu anhu:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika hari Id beliau mengambil jalan yang berbeda (antara berangkat dan kembalinya)."
(HR.Al-Bukhari)
Ini jika terdapat beberapa jalan.
❇Saling Memberi Ucapan Selamat,
Telah shahih dari para Salaf mereka mengucapkan "Taqabbalallahu Minnâ wa Minkum"
Dari Jubair ibn Nufair rahimahullah ia berkata:
ﻛﺎﻥ ﺃﺻﺤﺎﺏ اﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺇﺫا اﻟﺘﻘﻮا ﻳﻮﻡ اﻟﻌﻴﺪ ﻳﻘﻮﻝ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻟﺒﻌﺾ: ﺗﻘﺒﻞ اﻟﻠﻪ ﻣﻨﺎ ﻭﻣﻨﻚ.
Para Sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika saling bertemu pada hari Id maka mereka saling mengucapkan kepada sebagian lainnya:
Taqabballãhu Minnâ wa Minka semoga Allah menerima (amalan) kami dan kamu.
📚(Dikeluarkan oleh Al-Mahamili dalam Shalatul-Idain:2/129, dihasankan Ibnu Hajar dalam Fathul-Bari:2/446)
Dan juga boleh mengucapkan ucapan-ucapan selamat yang isinya tidak ada pelanggaran di dalamnya.
Syaikh Muqbil Al-Wadi'i rahimahullah ditanya:
Apakah ada ucapan (khusus) yang datang (dari Nabi shallallahu alaihi wasallam) tentang ucapan selamat ataukah kami (mengucapkan) apa yang telah menjadi kebiasaan berupa ucapan selamat seperti: Idukum Mubarak, Kullu Ãm wa Antum Bikhair, atau Taqabbalallahu Minna wa Minka?
Beliau menjawab:
Saya tidak ketahui adanya (hadits) yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Dan tidak mengapa ucapan-ucapan ini (untuk diucapkan), hal ini tidaklah sampai bid'ah dan tidak juga haram.
📒(Fadhãih wa Nashãih:87)
Semoga Allah memberikan tambahan ilmu kepada kita dan taufiq untuk mengamalkannya.
(Baca Juga : Ustadz Juga Manusia)
🗓9 Dzulhijjah 1439
✍🏻Muhammad Abu Muhammad Pattawe,
🕌Darul-Hadits Ma'bar-Yaman
Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah
Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=401437470385589&id=100015580180071
EmoticonEmoticon