Benarkah Allah Memiliki Sifat Lupa? |
Dalil Al-Qur’an
Allah ta’ala berfirman :
الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَهْوًا وَلَعِبًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا وَمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَجْحَدُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka". Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami” [QS. Al-A’raaf : 51].
(Baca Juga : Inilah Pekerjaan Para Nabi Allah)
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang mungkar dan melarang berbuat yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik” [QS. At-Taubah : 67].
فَذُوقُوا بِمَا نَسِيتُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا إِنَّا نَسِينَاكُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْخُلْدِ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Maka rasailah olehmu (siksa ini) disebabkan kamu melupakan akan pertemuan dengan harimu ini (Hari Kiamat); sesungguhnya Kami telah melupakan kamu (pula) dan rasakanlah siksa yang kekal, disebabkan apa yang selalu kamu kerjakan" [QS. As-Sajdah : 14].
وَقِيلَ الْيَوْمَ نَنْسَاكُمْ كَمَا نَسِيتُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا وَمَأْوَاكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ نَاصِرِينَ
“Dan dikatakan (kepada mereka): "Pada hari ini Kami melupakan kamu sebagaimana kamu telah melupakan pertemuan (dengan) harimu ini dan tempat kembalimu ialah neraka dan kamu sekali-kali tidak memperoleh penolong” [QS. Al-Jaatsiyyah : 34].
Dalil As-Sunnah
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الزُّهْرِيُّ الْبَصْرِيُّ، حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ سُعَيْرٍ أَبُو مُحَمَّدٍ التَّمِيمِيُّ الْكُوفِيُّ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ، قَالَا: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يُؤْتَى بِالْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ: أَلَمْ أَجْعَلْ لَكَ سَمْعًا وَبَصَرًا وَمَالًا وَوَلَدًا وَسَخَّرْتُ لَكَ الْأَنْعَامَ وَالْحَرْثَ وَتَرَكْتُكَ تَرْأَسُ وَتَرْبَعُ، فَكُنْتَ تَظُنُّ أَنَّكَ مُلَاقِي يَوْمَكَ هَذَا؟ قَالَ: فَيَقُولُ: لَا، فَيَقُولُ لَهُ: الْيَوْمَ أَنْسَاكَ كَمَا نَسِيتَنِي"
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad Az-Zuhriy Al-Bashriy : Telah menceritakan kepada kami Maalik bin Su’air Abu Muhammad At-Tamiimiy Al-Bashriy : Telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah dan Abu Sa’iid, mereka berdua berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Akan didatangkan seorang hamba pada hari kiamat, lalu Allah berkata kepadanya : ‘Tidakkah Aku telah memberikan bagimu pendengaran, penglihatan, harta, dan anak. Dan Aku telah menundukkan bagimu hewan ternak dan tanaman, serta Aku tinggalkan bagimu menjadi pemimpin dan mendapatkan seperempat (bagian harta rampasan). Dan (apakah) dulu engkau mengira bahwa engkau akan menemui-Ku pada hari ini ?’. Ia menjawab : ‘Tidak’. Allah berkata kepadanya : ‘Pada hari ini Aku telah melupakanmu sebagaimana engkau telah melupakan-Ku” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy 4/224 no. 2428, dan ia berkata : ‘shahih ghariib’].
Makna An-Nis-yaan
At-Tirmidziy rahimahullah setelah membawakan hadits di atas berkata :
وَقَدْ فَسَّرَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ هَذِهِ الْآيَةَ فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ، قَالُوا: إِنَّمَا مَعْنَاهُ الْيَوْمَ نَتْرُكُهُمْ فِي الْعَذَابِ
“Sebagian ulama telah menafsirkan ayat ini : ‘Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka’ (QS. Al-A’raaf : 51), mereka berkata : ‘Maknanya adalah : Pada hari Kami tinggalkan/biarkan mereka dalam siksaan” [Sunan At-Tirmidziy, 4/225].
Al-Imaam Ahmad rahimahullah berkata :
أما قوله : (فَالْيَوْمَ نَنْسَاكُمْ كَمَا نَسَيْتُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا)؛ يقول : نترككم في النار؛ (كَمَا نَسَيْتُمِ)؛ كما تركتم العمل للقاء يومكم هذا
“Adapun firman-Nya : ‘Pada hari ini Kami melupakan kamu sebagaimana kamu telah melupakan pertemuan (dengan) harimu ini’ (QS. Al-Jaatsiyyah : 34); yaitu : Kami tinggalkan/biarkan mereka dalam neraka. Firman-Nya : ‘Sebagaimana kamu telah melupakan’; yaitu sebagaimana kalian meninggalkan ‘amal (shalih) untuk perjumpaan (dengan Allah) pada hari ini” [Ar-Radd ‘alaz-Zanaadiqah wal-Jahmiyyah, hal. 21].
Ibnu Faaris rahimahullah berkata :
النسيان : الترك، قال الله جل وعز : (نَسُوا اللهَ فَنَسِيَهُمْ).
“An-Nis-yaan maknanya adalah at-tark (meninggalkan/membiarkan), sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla : ‘Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka’ (QS. At-Taubah : 67)” [Mujmalul-Lughah, hal. 866].
(Baca Juga : Ternyata Ini Sebab Manusia Menjadi Pelupa)
Ath-Thabariy rahimahullah saat menafsirkan ‘Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka’ (QS. At-Taubah : 67), berkata :
معناه : تركوا اللهَ أن يطيعوه ويتبعوا أمره، فتركهم اللهُ من توفيقه وهدايته ورحمته، وقد دللنا فيما مضى على أن معنى النسيان : الترك.....
“Maknanya adalah : mereka meninggalkan Allah untuk taat kepada-Nya dan mengikuti perintah-Nya. Maka Allah pun meninggalkan mereka dari taufiq, hidayah, dan rahmat-Nya. Dan telah kami tunjukkan pada bahasan yang lalu bahwa makna an-nis-yaan adalah at-tark (meninggalkan)…” [Tafsiir Ath-Thabariy, 14/339].
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimiin rahimahullah pernah ditanya : “Apakah Allah itu disifati dengan nis-yaan ?”. Maka beliau menjawab :
((للنِّسْيَان معنيان :
أحدهما : الذهول عن شيء معلوم ؛ مثل قوله تعالى : { رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا } )) -وضرب مجموعة من الأمثلة لذلك- ثم قال : ((وعلى هذا؛ فلا يجوز وصف الله بالنِّسْيَان بهذا المعنى على كل حال.
والمعنى الثاني للنِّسْيَان : الترك عن علم وعمد ؛ مثل قوله تعالى : { فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ } الآية ، ومثل قوله تعالى : { وَلَقَدْ عَهِدْنَا إِلَى آدَمَ مِنْ قَبْلُ فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْمًا } ؛ على أحد القولين ، ومثل قوله صلى الله عليه وسلم في أقسام أهل الخيل : ((ورجل ربطها تغنياً وتعففاً ، ولم ينس حق الله في رقابها وظهورها ؛ فهي له كذلك ستر)). وهذا المعنى من النِّسْيَان ثابت لله تعالى عَزَّ وجَلَّ ؛ قال الله تعالى : { فَذُوقُوا بِمَا نَسِيتُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا إِنَّا نَسِينَاكُمْ } ، وقال تعالى في المنافقين : { نَسُوا اللهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ } . وفي ((صحيح مسلم)) في (كتاب الزهد والرقائق) عن أبي هريرة رضي الله عنه ؛ قال : قالوا : يا رسول الله! هل نرى ربنا يوم القيامة؟ (فذكر الحديث ، وفيه : ((أنَّ الله تعالى يلقى العبد ، فيقول : أفظننت أنك ملاقي؟ فيقول : لا. فيقول : فإني أنساك كما نسيتني)).
وتركُه سبحانه للشيء صفةً من صفاته الفعلية الواقعة بمشيئته التابعة لحكمته ؛ قال الله تعالى : { وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لا يُبْصِرُونَ } ، وقال تعالى : { وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ } ، وقال: { وَلَقَد تَرَكْنَا مِنْهَا آيَةً بَيِّنَةً } والنصوص في ثبوت الترك وغيره من أفعاله المتعلقة بمشيئته كثيرة معلومة وهي دالة على كمال قدرته وسلطانه.
وقيام هذه الأفعال به سبحانه لا يماثل قيامها بالمخلوقين ، وإن شاركه في أصل المعنى ؛ كما هو معلوم عند أهل السنة)).هـ
“An-Nis-yaan itu mempunyai dua makna. Pertama, maknanya adalah adz-dzuhuul (lupa) dari sesuatu yang telah diketahui sebelumnya, seperti firman-Nya ta’ala : ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah’ (QS. Al-Baqarah : 286)” – kemudian beliau (Ibnu ‘Utsaimiin) menyebutkan beberapa ayat yang mempunyai makna tersebut, lalu beliau berkata : “Oleh karena itu, tidak diperbolehkan menyifati Allah dengan an-nis-yaan pada makna ini. Kedua, maknanya adalah at-tark (meninggalkan/membiarkan) dengan ilmu dengan kesengajaan. Seperti firman-Nya : ‘Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka’ (QS. Al-An’aam : 44). Dan juga seperti firman-Nya : ‘Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat’ (QS. Thaha : 115) – berdasarkan salah satu dari dua pendapat. Dan juga seperti sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam pembagian pasukan berkuda : ‘Dan seorang yang menjadikan kudanya sebagai alat untuk mencari kebutuhan hidup, namun dia tidak melupakan hak Allah pada leher dan punggung kudanya, maka kuda itu menjadi pelindung baginya’ (HR. Al-Bukhaariy, An-Nasaa’iy, Maalik, dan yang lainnya). Makna nis-yaan dalam hal ini adalah tsaabit (tetap) bagi Allah ta’ala ‘azza wa jalla. Allah ta’ala berfirman : ‘Maka rasailah olehmu (siksa ini) disebabkan kamu melupakan akan pertemuan dengan harimu ini (Hari Kiamat); sesungguhnya Kami telah melupakan kamu (pula)’ (QS. As-Sajdah : 14). Allah ta’ala berfirman tentang orang-orang munafiq : ‘Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik’ (QS. At-Taubah : 67). Dan dalam Shahiih Muslim pada kitab Az-Zuhd war-Raqaaiq, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Mereka berkata : ‘Wahai Rasulullah, apakah kami akan melihat Rabb kami pada hari kiamat ?’. Lalu beliau menyebutkan haditsnya yang didalamnya terdapat sabda beliau : ‘Bahwasannya Allah ta’ala akan menemui hamba-Nya dan berfirman : ‘Apakah kalian pernah menyangka bahwa kalian akan bertemu dengan-Ku ?’. Ia (si hamba) berkata : ‘Tidak’. Allah berfirman : ‘Sesungguhnya Aku telah melupakanmu sebagaimana engkau telah melupakan-Ku’.
Dan meninggalkannya Allah subhaanahu wa ta’ala terhadap sesuatu merupakan shifat fi’liyyah yang berkaitan dengan kehendak-Nya yang menyertai hikmah-Nya. Allah ta’ala berfirman : ‘Dan Allah membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat’ (QS. Al-Baqarah : 17). ‘Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain’ (QS. Al-Kahfi : 99). ‘Dan sesungguhnya Kami tinggalkan daripadanya satu tanda yang nyata’ (QS. Al-Ankabuut : 35). Dan nash-nash yang menetapkan (shifat) at-tark (meninggalkan) dan perbuatan-perbuatan-Nya yang lainnya yang berkaitan dengan kehendak-Nya, banyak sekali. Nash-nash tersebut menunjukkan kesempurnaan kekuasaan-Nya.
Dan keberadaan perbuatan-perbuatan tersebut pada Allah subhaanahu wa ta’ala tidaklah sama dengan keberadaan perbuatan-perbuatan pada makhluk-makhluk-Nya; meskipun berkumpul pada asal makna yang sama, sebagaimana telah ma’lum menurut Ahlus-Sunnah” [Majmuu’ Fataawaa wa Rasaail, 3/54-56 no. 354].
Jadi kesimpulannya makna shifat an-nis-yaan yang disandarkan kepada Allah adalah at-tark (meninggalkan).
Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – sardonoharjo, ngaglik, sleman, yogyakarta – banyak mengambil faedah dari buku Shifatullah ‘azza wa jalla Al-Waaridatu fil-Kitaab was-Sunnah karya ‘Alawiy bin ‘Abdil-Qaadir As-Saqqaaf, hal. 340-343; Daarul-Hijrah, Cet. 3/1426 H].
(Baca Juga : 4 Kesalahan Muadzin di Indonesia)
Tulisan Al-Ustadz Abul Jauzaa' Dony Arif Wibowo hafidzhahullah
Sumber: http://abul-jauzaa.blogspot.com/2012/04/nis-yaan-salah-satu-shifat-allah-taala.html
EmoticonEmoticon