Ahlussunnah CS Ahlussunnah (Bukan VS) |
Membantah ahlussunah yang dianggap salah tidak seperti membantah ahli bid'ah yang salah
Menasehati ahlussunah yang dianggap salah tidak sama dengan menasehati ahli bid'ah yang salah.
Rasulullah shalallahu alaihissalam bersabda:
أقيلوا ذوي الهيئات عثراتهم ، إلا الحدود
“Maafkanlah ketergelinciran dzawil haiah (orang-orang yang baik namanya), kecuali jika terkena hadd” (HR. Abu Daud 4375, Dishahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah, 638).
(Baca Juga : 17 Ayat Al-Quran Tentang Sombong)
Ketergelinciran itu bisa karena terjatuh pada maksiat atau pada sebuah pemahaman yang dianggap "salah"...
Dalam kitab Nailul authar, Imam Asy Syaukani berkata:
وَحَدِيثُ عَائِشَةَ فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ يُشْرَعُ إقَالَةَ أَرْبَابِ الْهَيْئَاتِ إنْ وَقَعَتْ مِنْهُمْ الزَّلَّةُ نَادِرًا
“Dalam hadits Aisyah ini terdapat dalil bahwa disyariatkan memaafkan orang yang terkenal memiliki nama baik jika mereka tergelincir dalam sedikit kesalahan. (Imam al-Syawkani, Nail al-Awthar. Mesir: Dar al-Hadits, 1993 vol.7, hal. 163)
Jika ada yang bertanya: kalau pemahamannya salah masak dibiarkan dan tidak dibantah?
Jawab:
Jika kita merasa benar dan kita merasa saudara kita yang salah maka ada bbrp hal yang harus kita perhatikan :
1⃣ Pertama; Pastikan bahwa kita paham dengan ucapan saudara kita yang dianggap salah.
🔹Apakah itu benar kesalahan saudara kita ataukah kita yang salah memahami ucapan saudara kita...
🔹apakah kata2 itu keluar dari hawa nafsunya? Ataukah atas ilmu yang dia berhujjah dengannya?
Bukankah Khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu pernah berwasiat:
لاَ تَظُنَّ كَلِمَةً خَرَجَتْ مِنْ أَخِيكَ شَرًّا وَأَنْتَ تَجِدَ لَهَا فِي الْخَيْرِ مَحْمَلاً
“Janganlah engkau berprasangka buruk terhadap kalimat yang diucapkan saudaramu sedang engkau masih menemukan kemungkinan makna yang baik dalam ucapannya itu.” [Al-Adab Asy-Syar’iyah, Ibnu Muflih rahimahullah, 2/418]
(Baca Juga : 14 Ayat Al-Quran Tentang Mengingat Allah)
Muhammad bin Manazil berkata:
الْمُؤْمِنُ يَطْلُبُ مَعَاذِيرَ إِخْوَانِهِ ، وَالْمُنَافِقُ يَطْلُبُ عَثَرَاتِ إِخْوَانِهِ
“Seorang mu’min itu mencari udzur (alasan-alasan baik) terhadap saudaranya. Sedangkan seorang munafik itu mencari-cari kesalahan saudaranya” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 10437)
2⃣ Kedua; Jika benar-benar kita menganggap bahwa ucapan saudara kita itu memang salah dan kita sudah tidak bisa mencari udzur (alasan baik)untuknya... Lantas..apakah kita hendak memaklumatkan kesalahannya di depan publik sebelum kita diskusi, dan komunikasi dengannya??
Sungguh indah ucapan Abu Qilabah rahimahullah:
إذا بلغك عن أخيك شيء تكرهه فالتمس له عذرا، فإن لم تجد له عذرا، فقل: لعله له عذر لا أعلمه
"Jika sampai kepadamu suatu berita yang engkau benci dari saudaramu, maka carikanlah udzur/alasan untuknya, jika engkau tidak mendapatkan udzur/alasan untuknya, maka katakanlah: Mungkin saja dia memiliki alasan yang aku tidak mengetahuinya." [Lihat kitab Raudhatul 'Uqolaa)..
Bukankah salaf kita dahulu berkata:
رَحِمَ اللَّهُ مَنْ أَهْدَى إلَيَّ عُيُوبِي فِي سِرٍّ بَيْنِي وَبَيْنَهُ
"Semoga Allah merahmati orang yang menghadiahkan (menunjukkan) kepadaku kesalahan-kesalahanku secara rahasia antara aku dan dia" (Al-Aadaab Asy-Syar'iyah karya Ibnu Muflih 1/361
Atau mungkin ada yang berpendapat bahwa saudara kita melakukan kesalahan terang-terangan maka membantahnya pun harus terang-terangan...
(Baca Juga : Kapan Rasulullah Menangis?)
Saudaraku...
apakah engkau menyamakan saudaramu Muslim Sunni yang dikenal baik, berjuang menegakkan tauhid, menjadi referensi ummat dengan para pelaku maksiat yang terang2an??
Semua harus ditimbang maslahat dan mafsadatnya bagi dakwah.
Perbedaan kita dengan saudara kita tidaklah terlalu besar..jangan diperlebar dan diperluas dengan pilihan kata yang salah untuknya.
Tulisan Al-Ustadz Fadlan Fahamsyah, Lc, M.H.I hafidzhahullah
Sumber: https://www.facebook.com/585396118318344/posts/698407287017226/
EmoticonEmoticon