Ayat dan Hadits Nabi Musa dan Khidhr |
AlQuranPedia.Org - Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidhir
‘alaihimassalam adalah salah satu kisah yang diceritakan Al-Quran, tepatnya di
surah Al-Kahfi ayat 60-82. Akan tetapi di dalam surah Al-Kahfi hanya disebutkan
nama Musa saja, adapun muridnya yakni Yusya’ bin Nun dan nabi Khidhir tidak
disebutkan namanya. Akan tetapi kita dapat mengetahui nama-nama itu dari hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kisah keduanya memiliki faidah dan manfaat
yang sangat besar. Kisah ini sangat baik kita bacakan kepada anak-anak kita,
teman-teman dan kerabat kita.
Pada tulisan kali ini kita akan membahas ayat Al-Quran dan
hadits Nabi yang mengisahkan tentang Nabi Musa dan Nabi Khidhir. Antara ayat
dan hadits saling melengkapi isi satu sama lain. Bagi yang belum tahu kisahnya
maka tulisan ini sangat dianjurkan untuk dibaca. Sementara yang sudah pernah
membaca kisahnya, tulisan ini akan dibahas kisahnya secara lengkap karena
ditambah dengan hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga -insya
Allah- akan menambah pengetahuan kita lagi. Simak selengkapnya.
Ayat Al-Quran
Dan
(ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti
(berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan
sampai bertahun-tahun." Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah
laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya
ke laut itu. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada
muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa
letih karena perjalanan kita ini." Muridnya menjawab: "Tahukah kamu
tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa
(menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk
menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan
cara yang aneh sekali." Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita
cari." Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka
bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya
ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu
supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah
diajarkan kepadamu?" Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali
tidak akan sanggup sabar bersama aku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas
sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal
itu?" Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai
orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun."
Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan
kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu."
Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr
melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya
kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu
kesalahan yang besar. Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata:
"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku."
Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan
janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku."
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang
anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa
yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah
melakukan suatu yang mungkar." Khidhr berkata: "Bukankah sudah
kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar
bersamaku?" Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu
sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya
kamu sudah cukup memberikan uzur padaku." Maka keduanya berjalan; hingga
tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu
kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu
mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang
hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau
kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu." Khidhr berkata:
"Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu
tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun
bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku
bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja
yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah
orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang
tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan
mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari
anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun
dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di
bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah
seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada
kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu;
dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu
adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya." (Q.S. Al-Kahf : 60-82)
Hadits
Nabi
Dari
Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata: Aku mengatakan kepada Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nauf Al-Bakali menganggap Musa teman Khidir bukanlah
Musa Bani Israil, tetapi Musa yang lain. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma
berkata, “Musuh Allah itu berdusta. Sungguh, telah bercerita kepada kami Ubay
bin Ka’ab dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Musa ‘alaihissalam
tengah berdiri di hadapan Bani Israil memberikan khutbah, lalu dia ditanya,
‘Siapakah orang yang paling alim?’ Nabi Musa ‘alaihissalam menjawab, ‘Aku’.
Seketika itu pula Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencelanya karena dia tidak diberi
pengetahuan tentang itu. Lalu, Allah mewahyukan kepadanya, ‘Ada seorang hamba
di antara hamba-hamba-Ku yang tinggal di pertemuan antara dua lautan yang dia
lebih alim (pandai) darimu.’ Lalu, Musa berkata, ‘Wahai Rabb, siapa yang bisa
kujadikan teman untuk bertemu?’ Sufyan meriwayatkan dengan kalimat yang lain,
‘Wahai Rabb, bagaimana caraku (agar bisa bertemu)?’ Allah berkalam, ‘Ambillah
seekor ikan dan tempatkan dalam suatu keranjang dan kapan saja kamu kehilangan
ikan tersebut itulah tanda petunjuknya.’ Sufyan juga meriwayatkan dengan
kalimat lain, ‘Itulah tempat orang itu.’ Maka Musa mengambil ikan dan
ditaruhnya dalam keranjang, lalu berangkat bersama muridnya bernama Yusya’ bin
Nun hingga ketika tiba di sebuah batu yang besar, keduanya membaringkan
kepalanya di batu itu hingga Musa tertidur. Kemudian, ikan itu keluar dari
keranjang diam-diam lalu melompat dan mengambil jalannya di laut (Q.S. Al-Kahfi
: 61). Allah pun menahan aliran air yang dilewati ikan tersebut sehingga
terbentuk seperti atap suatu bangunan atau membentuk suatu tanda. Lalu, Musa
berkata, ‘Itulah tandanya yang bentuknya seperti atap.’ Keduanya melanjutkan
sisa malam dan hari perjalanannya. Hingga pada siang harinya, Musa berkata
kepada muridnya, ‘Bawalah kemari makanan kita! Sungguh, kita sudah sangat lelah
dalam perjalanan ini (Q.S. Al-Kahfi : 62).’ Tidaklah Musa merasakan kelelahan,
kecuali setelah sampai pada tempat yang dituju sebagaimana diperintahkan Allah
Subhanahu Wa Ta’ala. Lalu muridnya berkata kepadanya, ‘Tahukah kamu ketika kita
mencari tempat berlindung di batu tadi? Sesungguhnya aku lupa menceritakan ikan
itu. Tidaklah yang melupakan aku ini, kecuali setan.’ Berkata Musa, “Itulah
tempat yang kita cari. Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula
(Q.S. Al-Kahfi : 63)”. Saat itu, ikan tersebut mengambil jalannya sendiri di
laut dan bagi keduanya ini suatu hal yang aneh. Musa berkata, “Itulah tempat
yang kita cari”. Lalu, keduanya kembali dan mengikuti jejak mereka semula.
(Q.S. Al-Kahfi : 64).’ Keduanya berbalik, lalu menyusuri jejak sebelumnya
hingga sampai kembali di batu dan ternyata di sana sudah ada seorang dengan
pakaiannya yang lebar, kemudian Musa memberi salam. Orang tua itu membalas
salamnya, lalu berkata, ‘Bagaimana cara salam di tempatmu?’ Musa menjawab, ‘Aku
adalah Musa.’ Orang tua itu balik bertanya, ‘Musa Bani Israil?’ Jawab Musa,
‘Ya, benar.’ Kata Musa selanjutnya, ‘Aku datang menemuimu agar kamu mengajariku
ilmu yang benar dari ilmu-ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu (Q.S.
Al-Kahfi : 66).’ Orang tua itu berkata, ‘Wahai Musa, aku punya ilmu dari Allah
yang telah Allah ajarkan kepadaku yang kamu tidak mengetahuinya dan begitu juga
kamu punya ilmu dari Allah yang telah Allah ajarkan kepadamu yang aku tidak
mengetahunya.’ Musa berkata, ‘Bolehkah aku mengikutimu?’ Dia menjawab, ‘Kamu
sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Bagaimana kamu dapat sabar atas
sesuatu yang kamu belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang hal itu.’
Seterusnya hingga kalam Allah “…kesalahan yang besar (Q.S. Al-Kahfi : 67-71)”.
Kemudian, keduanya berjalan kaki di tepi pantai hingga tiba-tiba ada perahu
yang lewat. Lalu mereka meminta untuk menumpang mereka, rupanya mereka kenal
Khidhir. Lalu, mereka (pemilik perahu) membawanya tanpa meminta upah. Ketika
keduanya berlayar dengan perahu tersebut, datang seekor burung kecil dan hingga
di sisi perahu lalu mematuk-matuk di air laut untuk minum satu atau dua kali
patukan. Lalu, Khidhir berkata kepadanya, ‘Wahai Musa, ilmuku dan ilmumu jika
dibandingkan dengan ilmu Allah tidaklah seberapa, kecuali seperti (air yang
bisa terambil) dari patukan burung ini dengan paruhnya terhadap air lautan.’
Tiba-tiba Khidhir mengambil kapak, lalu merusak papan perahu. Keheranan Musa
belum hilang hingga papan perahu itu sudah dicabutnya. Musa berkata kepadanya,
‘Apa yang kamu lakukan? Orang-orang ini telah menumpangkan kita ke dalam
perahunya tanpa upah, lalu kamu malah melubangi perahu mereka sehingga kamu
menenggelamkan penumpangnya. Sungguh, kamu telah berbuat kesalahan yang besar.’
Khidhir berkata, ‘Bukankah aku telah katakan: Sesungguhnya kamu sekali-kali
tidak akan sabar bersamaku.’ Musa berkata, ‘Jangan kamu menghukum aku karena
kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam
urusanku (Q.S. Al-Kahfi : 71-73).’ Pertanyaan yang pertama ini karena Musa
terlupa. Setelah keduanya meninggalkan laut, mereka melewati seorang anak kecil
yang sedang bermain dengan dua temannya. Lalu, Khidir memegang kepala anak itu
dan mematahkannya dengan tangannya. Sufyan, perawi memberi isyarat dengan
jarinya seolah dia memilintir sesuatu. Musa pun bertanya kepadanya, ‘Mengapa
kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia teah membunuh orang lain?
Sungguh, kamu telah melakukan suatu kemungkaran.’ Khidhir berkata, ‘Bukankah
sudah kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar
bersamaku?’ Musa berkata, ‘Jika aku bertanya lagi tentang sesuatu kepadamu
setelah ini, silahkan kamu tidak memperbolehkan aku untuk menyertaimu. Sungguh
kamu telah cukup memberikan udzur kepadaku (Q.S. Al-Kahfi : 74).’ Lalu,
keduanya berjalan hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri,
Nabi Musa dan Nabi Khidhir minta dijamu kepada mereka. Namun, penduduk negeri
itu tidak mau menjamu mereka. Kemudian, keduanya mendapatkan dinding rumah yang
hampir roboh di negeri itu. (Perawi : Ali bin Abdullah) berkata : Tembok itu
miring. Sufyan memberi isyarat dengan tangannya seakan dia mengusap sesuatu ke
atas dan aku tidak mendengar Sufyan menyebutkan miring, kecuali sekali saja.
Musa berkata, ‘Mereka adalah suatu kaum yang kita sudah mendatangi mereka,
tetapi mereka tidak memberi makan kita dan tidak juga menjamu kita. Lalu
mengapa kamu sengaja memperbaiki tembok mereka? Jika kamu mau, minta saja upah
untuk itu.’ Khidhir menjawab, ‘Inilah saat perpisahan antara aku dan kamu. Aku
akan memberitahukan kepadamu tujuan dari perbuatan-perbuatanku yang kamu tidak
dapat bersabar terhadapnya (Q.S. Al-Kahfi : 77-78).’ Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, ‘Kita sangat berharap seandainya Musa bisa lebih sabar lagi
sehingga Allah akan mengisahkan lebih banyak cerita tentang keduanya.’” Sufyan
berkata : Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Semoga Allah merahmati
Musa. Seandainya dia bersabar tentu akan diceritakan lebih banyak lagi tentang
kisah keduanya.” Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma membaca (menjelaskan) ayat
ini dengan : Di hadapan mereka ada raja yang akan merampas setiap perahu yang baik
secara curang. Adapun anak kecil yang dibunuh itu adalah anak yang kafir,
sedang kedua orang tuanya adalah orang beriman. Sufyan berkata kepadaku, “Aku
mendengar darinya dua kali dan aku menghafalnya.” Ditanyakan kepada Sufyan,
“Apakah kamu menghafalnya sebelum kamu mendengar dari Amru atau kamu
menghafalkannya dari orang lain?” Sufyan berkata, “Dari siapa lagi aku
menghafalnya? Seseorang meriwayatkannya dari Amru dan aku mendengar darinya dua
kali atau tiga kali, lalu aku menghafalnya.” (HR. Bukhari no. 3401-shahih)
Itulah kisah Nabi Musa dan Nabi Khidhir
‘alaihimassalam secara lengkap berdasarkan nash Al-Quran dan Hadits shahih.
Semoga kisah keduanya dapat kita jadikan pelajaran dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga bermanfaat.
Diselesaikan pada 27 Jumadil Akhir 1439
Hijriyah/15 Maret 2018 Masehi.
EmoticonEmoticon