Benarkah Salafi-Wahabi Itu Sesat? |
AlQuranPedia.Org - Zaman sekarang ini kita melihat banyak sekali
fitnah yang terjadi pada kaum muslimin. Banyak orang menjuluki suatu kaum
sebagai kaum yang sesat, wahabi, salafi, dan lain sebagainya. Padahal itu
adalah saudara seimannya. Fenomena ini ada di setiap penjuru wilayah negeri
ini. Hal yang lebih miris lagi adalah orang-orang suka mencap seseorang dengan
wahabi sementara dia tidak tahu apa itu wahabi. Jangan sampai kita mengikuti
sesuatu yang kita tidak mengetahui ilmunya, waspadalah. Allah Ta’ala telah
memperingatkan kita tentang ini.
Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya. (Q.S. Al-Israa’ : 36)
Kita akan mengulas sedikit mengenai wahabi, karena isu wahabi ini
sangatlah serius, terlebih-lebih di zaman fitnah ini. Wahabi sebenarnya diambil
dari nama seseorang yakni Abdul Wahab bin
Abdurrahman bin Rustum (wafat 211 Hijriyah). Beliau berfaham sesat dan
menyesatkan, beliau sering mengkafirkan sesama muslim tanpa alasan yang haq.
Sedangkan ada seseorang lagi namanya Muhammad bin Abdul Wahhab (wafat 1206
Hijriyah). Beliau yang satu ini adalah ‘ulama besar dari jazirah Arab. Beliau
adalah salah satu mujaddid (pembaharu) agama ini. Beliau menghidupkan tauhid
dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta membasmi segala
bentuk kesyirikan dan kebid’ahan yang terjadi pada umat Islam saat itu.
Orang-orang yang beribadah di kuburan, meminta syafa’at di sisi kuburan, berdoa
kepada orang yang sudah mati, berbuat kebid’ahan dan jauh dari tuntunan Rasul.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta’ala berpegang teguh kepada
Ahlussunnah Wal Jama’ah dengan mengikuti pemahaman salafush sholih. Jadi kedua
orang ini berbeda sangat jauh, bagaikan air dan api, langit dan bumi.
Ketika Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
mendakwahkan kebenaran, berdakwah dengan Al-Quran dan Hadits shahih,
memberantas syirik dan bid’ah, memurnikan tauhid dan mengamalkan sunnah, di
situ banyak orang menentangnya. Tentu saja beliau rahimahullah ditentang,
orang-orang sedang enak beribadah bebas di kuburan, berbuat kebid’ahan
melakukan ibadah tanpa contoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, malah
dilarang-larang oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Beliau bernasib sama
seperti ulama-ulama lainnya ketika menyampaikan kebenaran kepada masyarakat,
seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Imam Ibnul
Qayyim, dan lain sebagainya. Begitulah dakwah, kebenaran diperangi, kesalahan
dipelihara. Begitu pula dakwahnya para nabi ‘alaihimushsholawatu wassalam.
Mereka ditentang umatnya karena membawakan kebenaran, sementara mereka selalu
mengikuti nenek moyangnya tanpa peduli salah ataupun benar.
Apabila
dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan
mengikuti Rasul." Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami
dapati bapak-bapak kami mengerjakannya." Dan apakah mereka itu akan
mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?. (Q.S. Al-Maa’idah : 104)
Kita lanjut. Ketika Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab mendakwahkan kebenaran, orang-orang yang tidak menyukainya tentu saja
memarahinya dan menganggapnya sebagai “wahabi”. Karena Abdul Wahhab itu suka
mengkafirkan dan menganggap orang sesat. Ini tentu saja tuduhan yang salah.
Abdul Wahhab (yang wafat tahun 211 H) memang suka mengkafirkan tanpa alasan dan
menyesatkan orang tanpa ilmu yang benar. Sementara Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab itu mengajarkan orang kebenaran dengan melarang mereka berbuat syirik
dan bid’ah. Tidaklah Syaikh rahimahullah berdakwah melainkan mengingatkan orang
akan hadits ini.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya : “Aku berwasiat kepada
kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan mendengar serta taat (kepada
pemerintahan Islam) walaupun yang memimpin kalian adalah seorang hamba sahaya
dari negeri Habasyah. Sesungguhnya barangsiapa hidup sesudahku niscaya dia akan
melihat banyak perselisihan, maka wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku
dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku. Berpeganglah
kalian dengannya dan gigitlah ia dengan gigi gerahammu serta jauhilah oleh
kalian perkara agama yang diada-adakan karena semua yang baru dalam agama
adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Hakim, Abu
Dawud, dan Dzahabi, disahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam
Shahihul Jami’ no. 2549)
Nah di sinilah perselisihan dan kesalahpahaman
terjadi. Ketika di zaman kita banyak orang yang memurnikan tauhid, berdakwah
sesuai pemahaman yang benar, mengikuti salafushsholih, jejaknya para sahabat
radhiyallahu ta’ala ‘anhum, malah disebut wahabi, sesat, dan suka mengkafirkan.
Ketika orang-orang, contohnya kita beribadah hanya kepada Allah, memelihara
jenggot, memakai cadar, tidak isbal (menaikkan kaki di atas mata kaki), tidak
ikut tahlilan, tidak ikut maulidan, malah kita dituduh sebagai wahabi. Kita
memang mengikuti dakwah sebagaimana dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab,
dakwahnya para ‘ulama yang dahulu sampai sekarang, dakwahnya para nabi, yang
memurnikan tauhid dan memelihara sunnah Rasul, dakwah kebenaran. Tapi kami
bukan mengikuti dakwahnya Abdul Wahhab bin Rustum yang sesat. Seharusnya, kami
disebut Muhammadiyah (karena mengikuti Muhammad bin Abdul Wahhab). Kalau Wahabi
itu pengikut (Abdul Wahhab bin Rustum).
Kesalahpahaman terus berlanjut. Nama wahabi
memang terkesan jelek, karena memang suka mengkafirkan dan menyesatkan. Tetapi
orang yang tidak tahu, yang hanya tahu wahabi itu sesat, ketika mendengar
seseorang mencap orang lain dengan wahabi, maka dia pun ikutan. Inilah yang
terjadi di masyarakat muslim di seluruh penjuru dunia, terutama Indonesia.
Alhasil, dakwah kebenaran dicap sebagai dakwah wahabi.
Kalau zaman dulu (sebelum kelahiran Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab), wahabi memang kaum yang suka mengkafirkan dan
menyesatkan orang. Tapi ketika Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab lahir dan
berdakwah kebenaran, label wahabi itu ditujukan kepadanya, seakan-akan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab inilah pendiri wahabi,
padahal bukan. Sudah kita bahas sebelumnya, pendiri wahabi itu adalah Abdul
Wahhab bin Rustum. Inilah banyak umat Islam. Tidak mau mencari ilmu, mencari
tahu dan belajar. Sehingga ilmu yang didengar dan didapat langsung digunakan
untuk mencap orang sebagai wahabi, tidak mau mencari tahu secara dalam wahabi
itu apa sebenarnya. Alhasil Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dituduh sebagai
pendiri wahabi, dikarenakan namanya yang mirip dengan Abdul Wahhab bin Rustum
dan dakwahnya memang sama-sama tidak disukai orang. Sang wahabi (Abdul Wahhab
bin Rustum) tidak disukai karena memang suka mengkafirkan, karena memang dia
pun sesat dan aqidahnya menyimpang. Sementara dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab tidak disukai karena kebiasaan masyarakat Islam saat itu yang suka
berbuat bid’ah berusaha dimurnikan dan dibasmi oleh Syaikh.
Berbeda dengan zaman sekarang. Jadi, kalau ada
yang dicap sebagai wahabi, itulah pengikut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang sesungguhnya, yang beragama dengan benar, mengikuti Al-Quran dan Hadits
Shahih, berdasarkan pemahaman para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum ajma’in. Kami
adalah ahlussunnah wal jama’ah sesungguhnya. Karena kami mengikuti Al-Quran dan
Hadits sesuai dengan pemahaman salafush sholih. Sebenarnya kami tidak suka
disebut wahabi, karena sebutan wahabi itu adalah sebutan untuk orang yang suka
menyesatkan dan mengkafirkan. Sementara kami ingin mengajak kalian kembali
kepada Al-Quran dan Hadits sesuai pemahaman salaf (yaitu para sahabat). Tapi
kami tidak masalah, yang terpenting aqidah kami sesuai dengan manhaj yang
benar, yaitu manhaj salafush sholih, ahlussunnah wal jama’ah. Bagi kalian yang
merasa ahlussunnah wal jama’ah, ikutilah Al-Quran dan Hadits dengan benar,
sesuai dengan pemahaman salafush sholih, karena Al-Quran dan Hadits turun
kepada mereka, dan merekalah yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam langsung. Jauhilah perbuatan syirik dan bid’ah, murnikan tauhid dan
amalkan sunnah Nabi.
Jadi istilah salafi-wahabi adalah sebagai kambing hitam. Trik ini
digunakan untuk menjauhkan orang-orang dari para ‘ulama yang benar dan beragama
yang benar. Trik ini digunakan agar orang-orang tetap mengikuti apa yang
dikatakan guru, syeikh dan nenek moyangnya, tanpa mengikuti Rasul. Trik ini sebenarnya
sudah lama dipakai orang yang benci kepada sunnah (kebenaran), bahkan tri ini sudah
dipakai di zaman penjajahan dulu. Istilah salafi-wahabi digunakan para penjajah
untuk menjauhkan umat Islam Indonesia dari ‘ulama-‘ulamanya, menjauhkan
Indonesia dari beragama yang benar, sehingga Indonesia banyak percaya takhayul,
ramalan, dukun, tempat keramat, benda keramat dan tidak mau mendengarkan
‘ulama. Trik ini pula yang dibuat oleh orang-orang kafir dan syi’ah untuk
menjauhkan umat Islam dari beragama yang benar, beribadah yang benar dan
pemahaman yang benar.
Sungguh
benarlah apa yang disabdakan Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula
dalam keadaan asing. Sungguh beruntungnlah orang yang asing” (HR. Muslim no.
145).
Asing di sini maksudnya Islam hanya nama saja, tidak dipraktekkan
dengan benar. Zaman Nabi dulu Islam memang tidak dipraktekkan karena
orang-orang masih banyak yang musyrik dan mengikuti tradisi Jahiliyah. Sedikit
sekali yang memeluk Islam dan tetap beriman. Saat ini kondisi sama 11 12, hanya
berbeda sedikit. Zaman sekarang orang-orang beragama Islam tetapi masih
mengikuti tradisi, tidak mau beragama yang benar, dengan mengikuti Al-Quran dan
Hadits sesuai pemahaman sahabat. Maka dari itu, sedikit sekali orang yang
mengikuti Islam dengan benar. Inilah orang-orang yang asing. Maka dari itu
beruntunglah kita sebagai orang-orang asing, yang mengikuti Al-Quran dan Hadits
sahih berdasarkan pemahaman salafush sholih. Kita harus selalu ingat, yang jadi
pegangan kita adalah Al-Quran dan Hadits ini, bukan ustadz fulan, syeikh
ataupun guru manapun.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku
telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang
kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits Shahih Lighairihi, HR.
Malik; Ibnu Hazm, Al-Baihaqi, al-Hakim, dan Ibnu Nashr. Dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Salim Al-Hilali di dalam At
Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
Dipertegas lagi oleh Allah di dalam firman-Nya.
Katakanlah:
"Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir." (Q.S. Ali ‘Imran : 32)
Jadi itulah pembahasan sedikit kita mengenai wahabi. Intinya,
wahabi/salafi itu adalah istilah yang diberikan orang-orang kepada orang yang
berada di atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang benar). Semoga
kita selalu mendapatkan hidayah Allah Ta’ala untuk terus dapat hidup di atas
agama yang benar, pemahaman yang benar, yaitu Ahlussunnah Wal Jama’ah dengan
mengikuti pemahaman salafush sholih, sehingga kita mati dalam keadaan itu pula.
Jangan sampai kita terprovokasi oleh ahlul bid’ah, tradisi dan orang-orang yang
tidak berbicara berdasarkan Al-Quran dan Hadits shahih yang benar. Ingatlah
selalu firman Allah Ta’ala berikut ini.
Dan jika
kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).
(Q.S. Al-An’aam : 116)
Tela’ahlah dan telitilah apa yang kita dengar, kita lihat dan kita
dapat.
Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu. (Q.S. Al-Hujuraat : 6)
Semoga bermanfaat.
Diselesaikan pada 23 Shafar 1439 Hijriyah/11 November 2017 Masehi.
EmoticonEmoticon